NEWS UPDATE : SITUS "PP NURUL MUSTHOFA" SEKARANG SUDAH BISA DI AKSES VIA APLIKASI ANDROID. TUNGGU UPDATE DARI KAMI. SECEPATNYA AKAN KAMI UNGGAH APK NYA UNTUK DI DOWNLOAD,,, TERIMA KASIH
INFO UPDATE
KLIK DI SINI !!
×

INFO UPDATE

  • SAMPLE ATAM 1
  • SAMPLE ATAM 2
  • SAMPLE ATAM 3

MUHAMMAD ATAMMUN NI'AM

Ruang khusus info, pengumuman dan pemberitahuan seputar Pondok Pesantren

NURUL MUSTHOFA
Pasir - Mijen - Demak

SEKIAN TERIMA KASIH

Thursday, December 28, 2017

MBAH ABU SYAMSUDDIN BATU AMPAR MADURA

Kisah hidup putera tunggal Syekh Basyaniyah ini tidak berbeda dengan perjalanan hidup yang pernah ditempuh oleh Ayahanda dan Buyutnya yakni gemar bertapa dan selalu menyendiri bertirakat serta selalu berpindah-pindah tempat dalam melakukan pertapaannya, misalnya salah satu tempat pertapaannya yang ditemukan di dekat kampung Aeng Nyono’ yang nama wilayah tersebut berada di tengah hutan yang cukup lebat, sungguh tempat yang bagus untuk bertapa karena hutan tersebut memang belum terjamah tangan manusia dan karena tempat itu sering digunakan orang untuk bertapa, maka penduduk sekitar menamakan kampung itu dengan sebutan kampung Pertapaan.

Begitu juga bukit yang ada dikampung Aeng Nyono’ menjadi salah satu tempat bertapanya Syekh Abu Syamsudin, serta disana terdapat sebuah Kebesaran Allah yang diperlihatkan kepada manusia hingga sekarang. Tepat di sebelah barat tempat beliau bertapa terdapat sumber mata air yang mengalir ke atas Bukit Pertapaan. Konon, Syekh Abu Syamsudin mencelupkan tongkatnya ke dalam sumber itu, lalu ditariknyatongkat beliau menuju Bukit Pertapaan dan air sumber itupun mengikuti arah tongkat sampai akhirnya mengalir ke atas bukit hingga kini. Sungguh ini merupakan karunia yang besar dan jauh diluar akal manusia, MasyaAllah…

Atas dasar keajaiban inilah yang menjadi asal-usul nama kampung Aeng Nyono’ (bahasa Madura) artinya air yang menyelinap atau mengalir keatas, dan konon air itu digunakan Syekh Abu Syamsudin untuk berwudhu.

Semasa hidup beliau selalu mendapat ujian dan cobaan yang bertubi-tubi namun diterimanya dengan ikhas dan sabar, karena semakin tinggi iman dan taqwa seseorang semakin berat dan bertambah pula cobaannya, sedang beliau begitu sadar akan hakikat hidup dan fenomena yang ada didalamnya, sehingga kesadarannya itulah yang membuat iman beliau semakin mengkristal dan menjadikan jiwanya semakin tenang serta kehidupan sehari-harinya begitu tentram bersama keluarga dan masyarakat sekitarnya. Inilah yang membuat beliau menjadi panutan orang-orang disekitar serta membuat nama beliau semakin harum dan amat disegani. Selain itu karena ketabahan dan kesabaranya beliau dianugerahi oleh Sang Kholiq Ilmu Karomah yang tinggi.

Namun betapapun baiknya beliau, masih saja ada yang menbenci dan memusihinya lantaran iri dan dengki terhadap kelebihan yang dimiliki beliau. Seperti halnya seorang bernama Buju’/Buyut Sarabe’ atau nama lain dari Buju’/Buyut Gunung Perahu?, yang memiliki tabiat buruk serta hidup dalam alam kegelapan. Dia selalu berbuat kemaksiatan, hari-harinya padat diisi dengan kenistaan dan angkara murka, bahkan membunuh hal sesamanya bukan hal yang baru melainkan sudah menjadi kebiasaan setiap waktu, terutama kepada siapa saja yang mempunyai nama besar dalam masyarakat dimasa itu.

Hingga pada suatu saat dia (Buyut Sarabe) bersama komplotannya merencanakan sebuah misi jahat yakni akan menghabisi Buju/Buyut Kalampok yang merupakan seorang sesepuh dari dusun Kalampok yang mungkin menjadi panutan masyarkat setempat. Sesampainya disana meraka langsung mencari Buyut Kalampok, dan setelah ditemukan tanpa banyak bicara langsung dibunuhnya, seperti layaknya membunuhnya binatang. Sungguh perbuatan yang sangat tidak berprikemanusiaan.

Sesudah menghabisi Buyut Kelampok dengan keji, mereka putar haluan menuju Batu Ampar dengan tujuan ingin menguji sekaligus berniat membunuh Syekh Abu Syamsudin.

Sesampainya ditempat tujuan, didepan rumah Syekh Abu Syamsudin mereka siap-siap untuk membumi hanguskan kediaman dan menyerang Syekh Abu Syamsudin mereka akan mencabut senjata mereka, seperti keris, celurit dan tombak, semua benda itu lenyap tinggal tempat dan rangkangnya. Melihat itu mereka terperanjat bukan main dan seketika kawanan pengacau tertunduk bersimpuh seraya mohon ampun dihadapan Syekh Abu Syamsudin.

Mereka mengaku kalah serta memohon agar senjata mereka yang lenyap dikembalikan dan mereka bersumpah untuk tidak mengulangi perbuatan nista itu lagi, jika ingkar mereka akan celaka sampai tujuh turunan.

Syekh Abu Syamsudin mengabulkan permintaan mereka atas dasar konsekuensi yang mereka ucapkan. Beliau menunjukkan letak senjata Buyut Sarabe dan pengikutnya yang berada didalam LATTHONG (Bahasa Madura) yang artinya kotoran sapi. Maka dari itu beliau mendapatkan julukan BUJU/ LATTHONG?.

Namun bukan hanya atas keajadian itu saja beliau mendapat julukan tersebut, kisah lain menceritakan tentang kelebihan beliau yakni keluarnya pancaran sinar dari dadanya, dan apabila sinar itu terlihat oleh orang yang banyak melakukan dosa serta belum pernah bertobat maka orang tersebut akan pingsan atau mati. Karena khawatir tentang hal itu, Maka Syekh Abu Syamsudin menutupi dadanya dengan cara mengoleskan latthong di sekitar dada beliau.

Setelah beliau berkeluarga beliau dikaruniai tiga orang putera antara lain bernama : SYAMSUDDIN, LUQMAN, HUSEN, dan sebenarnya asal nama lain beliau diambil dari putera pertamanya yakni, SYAMSUDDIN, ABU SYAMSUDDIN berarti BAPAK SYAMSYUDDIN

Tapi memang beginilah hidup, ujian dan cobaan kerap kali datang menerpa kepada siapapun jika Allah berkehendak dan bila kita dapat menyaring hikmah serta menemukan hakikat dari semua itu maka berbahagialah kita, karena sesungguhnya itu semua merupakan symbol kasih sayang Sang Kholiq kepada makhluknya yang tabah dan sabar serta sebagai tolak ukur tingkat keimanan kita kepada Sang DZULJALA’LI WAL-IKRAM. Dan Allah cinta kepada orang yang sabar seperti yang dialami Syekh Abu Syamsudin dalam menempuh hidup didunia . ujian dan cobaan silih berganti menghujani beliau, setelah ujian satu selesai maka ujian yang lain menyusul seakan tanpa jeda.

Pada masa itu diwilayah Pamekasan berdirilah kerajaan Non Islam yang megah dipimpin seorang Raja yang tidak pernah percaya kepada ajaran agama Islam. Sang Raja juga mendengar tentang kelebihan dalam hal ilmu Karomah yang dimiliki seseorang diwilayah Batu Ampar.

Tapi hal itu dianggap pepesan kosong, sebelum Raja tahu dan menyaksikan dengan mata sendiri. Maka timbul niatan untuk menguji tingkat karomah Syekh Abu Syamsuddin, dengan mengundang beliau pada acara syukuran dikerajaan yang diadakan Raja sendiri. Sang Raja juga mengundang Ulama’ di seluruh Madura dimasa itu.

Pada hari yang ditentukan Sang Raja mengutus Panglima Istana untuk menjemput Syekh Abu Syamsuddin di Batu Ampar, saat itu undangan sudah banyak yang datang. Sesampainya di Batu Ampar tepatnya dikediaman Syekh Abu Syamsudin, para pengawal itu disambut oleh beliau dan langsung dipersilahkan masuk, sesudah itu diutarakannya maksud dan tujuan kedatangan pengawal itu yakni bermaksud menjemput Syekh Abu Syamsuddin atas undangan dan perintah dari Raja.

Beliau menolak untuk berangkat bersama pengawal, maka dipersilahkannya para pengawal itu untuk berangkat terlebih dahulu, jarak antara Batu Ampar dan kerajaan cukup jauh, tapi dengan mengendarai kuda akan lebih menghemat waktu.

Begitulah yang ada dibenak para pengawal Kerajaan maksudnya, agar Syekh Abu Syamsudin cepat sampai di Kerajaan bila naik kuda bersama pengawal kerajaan itu, tapi niat baik pengawal itu ditolak secara halus, lalu ada apa di balik ini semua?, tanpa pikir yang terlalu panjang berangkatlah para pengawal itu kembali ke Kerajaan.

Sesampainya di Istana Kerajaan para pengawal dibuat tekejut dan terheran-heran ketika melihat Syekh Abu Syamsuddin sudah sampai terlebih dahulu lebih lama sebelum pengawal itu datang dan beliau sudah duduk serta berbincang-bincang dengan undangan yang lain sungguh ke istimewaan yang luar biasa atas Allah SWT. MasyaAllah.

Begitu acara dimulai, Syekh Abu Syamsuddin dimohon untuk memimpin do’a, maka dipimpinnya acara syukuran itu dengan membacakan do’a dan memohon perlindungan kepada Allah SWT, ruangan Istana digegerkan oleh sesuatu yang menakjubkan, seisi Istana tercengang menyaksikan itu, termasuk Raja sendiri yang tebelalak matanya seakan tak percaya, karena seluruh hidangan mewah dan lezat tampaknya yang tersaji dihadapan para undangan untuk siap disantap, tiba-tiba berubah kebentuk asal sebelum dimasak dan diolah sedemikan rupa.

Antara lain masakan itu kembali utuh menjadi binatang anjing dan binatang haram yang lain. Menyaksikan hal itu maka Raja mengakui seketika tentang ketinggian Ilmu Karomah yang dimiliki Syekh Abu Syamsuddin atas kebesaran Allah SWT. serta yakin akan kesucian dan kemurnian Islam yang terpelihara oleh Sang Kholiq dan selamatlah orang mukmin untuk yang kesekian kali dari sesuatu yang diharamkan agama, demi kokohnya syari’at Islam yang tetap terperihara.

Akhirnya terbukalah hati Sang Raja atas kebesaran Allah SWT. yang ditampakkan melalui Syekh Abu Syamsuddin. Raja bersama komponen kerajaan dan seluruh kerabatnya menemukan jalan yang terang sehingga ditinggalkannya dunia kegelapan yang penuh dengan maksiat serta dibuangnya jauh-jauh seraya mereka semua berbondong-bondong memasuki alam yang baru Nun Fitroh. Semenjak itu keluarga kerajaan mendapatkan bimbingan tentang ajaran Agama Islam secara langsung oleh Syekh Abu Syamsuddin.

Dan untuk lebih menguatkan hubungan tali persaudaraan, Raja mengajukan permohonan atas diri Syekh Abu Syamsuddin untuk menjadikan salah satu dari putera-putera beliau sebagai anak angkat Raja, permohonan itupun direstui oleh Syekh Abu Syamsuddin dan di pilihnya pilihnya putera beliau yang bernama LUQMAN untuk dijadikan anak angkat Raja. Maka Raja pun sepakat dan diangkatlah Luqman sebagai PUTERA RAJA. Maka semenjak itu semakin eratlah hubungan antara keluarga Kerajaan dengan Syekh Abu Syamsuddin sekeluarga seperti halnya keluarga sendiri. Demikianlah sebagian kecil dari kisah sejarah BUJU/BUYUT LATTHONG (SYEKH ABU SYAMSUDDIN).




Setelah membuka Muktamar di Surabaya, sekitar 17.30 WIB, Minggu (23/7), Presiden KH Abdurrahman Wahid ziarah ke makam Syeh Damanhuri di Batu Ampar, Kabupaten Pamekasan. Selain Presiden dan Ibu Negara Ny Sinta Nuriyah, sejumlah menteri tampak hadir. Mereka, antara lain, Menkop Dr H Zarkazih Nur dan Menhutbun Dr Nurmahmudi Ismail, M.Sc, serta Gubernur Jatim H Imam Oetomo, Kapolda Jatim Mayjen Pol Drs Da'i Bachtiar, S.H., dan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Sudi Silalahi. Begitu Presiden dan Ibu Negara memasuki lokasi ziarah, mereka langsung menuju makam Syeh Damanhuri, untuk membaca tahlil dan berdoa bersama sekitar setengah jam. Setelah itu, dia menuju kediaman putera Syeh Damanhuri, KH Romli Damanhuri. Selama satu jam, Gus Dur menjelaskan kepada undangan soal kedatangannya ke makam Syeh Damanhuri tersebut.

Menurut Gus Dur, ia datang ke "Batu Ampar" setelah dibisiki oleh seorang auliya'illah dari Aceh, Abu Ulailah. Padahal, di Madura ada tiga tempat makam auliya'illah, yaitu makam KH Kholil di Demangan Bangkalan, makam "Batu Ampar" Pamekasan, dan makam Sayyid Yusuf di Pulau Talangu Sumenep. "Beliau meminta saya ke sini, untuk mencari barokah agar keutuhan Indonesia terjamin," katanya. Gus Dur menceritakan, malam Jum'at yang lalu, ia diperintah oleh salah seorang auliya'illah, KH Abdullah Siddiq dari Kediri untuk menghadap Sunan Kalijogo di Kadilangu berdua saja. Tidak boleh ada orang lain yang ikut masuk ke makam. Saat itu, kata Gus Dur, ia mendengar ada suara dari dalam kuburan. Gus Dur mengaku, baru pertama kali ini dalam seumur hidupnya mengalami nasib berbicara dengan orang yang sudah tidak ada.

Kata beliau (Sunan Kalijogo, Red) "Cucuku Abdurrahman, kamu percaya atau tidak kepada Abdullah Siddiq yang membawa kamu itu adalah minal auliya'illah,". "Kamu jangan khawatir menghadapi apapun, karena kammim fiatin kholiilatin gholabats fiatan khatsirotam biidznillaah. Biidznillaah ini yang penting. Pegangan kamu selanjutnya, setiap hari yang harus dibaca yaa ayyuhalladzina 'amanu kulu kawwamuna bil kisti syuhada 'alannas walau ala amfusikum," kata Sunan Kalijogo kepada Gus Dur. Setelah itu, Gus Dur disuruh oleh Sunan Kalijogo ziarah ke makam KH Hasyim Asy'ari di Tebu Ireng Jombang malam itu juga. Ia disuruh meminta surban pemberian Wali Songo kepada neneknya dulu, saat menjaga Indonesia sewaktu NU didirikan. "Saat di Kadilangu beliau (Sunan Kalijogo, Red) mengatakan, kalau kamu dapat yang sifatnya fisik (surban), ya sudah. Tapi kalau tidak, kamu bisa mengambil yang simbolik di rumah Abdullah Siddiq di Kediri," paparnya. Setelah sesampainya di Tebu Ireng, kata Gus Dur, ternyata bisikan itu benar. Sebab di sana, sorban tersebut tidak ada. Sebagai fidyah (tebusan, Red), akhirnya Gus Dur meminta adiknya Abdul Hakam bin Khaliq Hasyim untuk membaca surat Al Kahfi di makam KH Hasyim Asy'ari. Menurut cerita Gus Dur, beberapa waktu yang lalu, adiknya Khodijah binti Abdul Wahid ziarah ke makam KH Hasyim Asy'ari dan membaca surat Al Kahfi. Selesai membaca, dia ketiduran. Dalam mimpinya, muncul KH Hasyim Asy'ari dan mengatakan "Alhamdulilah, sejak saya mati sampai sekarang, baru ada anak cucu saya yang membacakan surat Al Kahfi di sini," kata Gus Dur.

"Saya sendiri waktu mendengar hal itu menangis. Karena saking seringnya kita membaca tahlil, tapi tidak diikuti dengan membaca surat Al Kahfi. Ini peringatan keras dari beliau, bahwa kita harus berhati-hati dengan segala sikap kita," lanjut Gus Dur. Dalam mimpi itu, KH Hasyim Asy'ari mengatakan, dia akan berada di surga dengan semua anak cucunya, kecuali satu orang. "Saya menangis mendengar cerita itu," tambah Gus Dur lagi. Pada suatu ketika, Gus Dur dipanggil oleh KH Abdullah Siddiq. Dia menanyakan apa keinginan Gus Dur. Gus Dur mengaku cuma ingin satu, yaitu agar KH Hasyim Asy'ari bisa berkumpul dengan semua putranya di surga, tidak pandang bulu. Mendengar permintaan itu, KH Abdullah Siddiq masuk ke dalam untuk shalat.

Setelah itu ia mengatakan, Insya-Allah permintaan itu bisa terpenuhi bila Gus Dur ziarah ke makam KH Hasyim Asy'ari di Tebu Ireng, tanpa mampir-mampir. Saat itu, Gus Dur mengaku diberi air agar di siram di atas makam KH Hasyim Asy'ari.

Setelah dibacakan surat Al Kahfi, dan air tersebut di siram di atas makam KH Hasyim Asy'ari. Pendamping Gus Dur, H Masnuh, mengatakan kepada Gus Dur kalau ia melihat KH Hasyim Asy'ari berdiri di samping Gus Dur sambil tanganannya memegangi pundak Gus Dur. "Dia mengatakan kalau KH Hasyim Asy'ari melihat kanan kiri dengan senyum-senyum gembira. Saat itu, sorbannya baru, gamisnya baru, sandalnya baru, sarungnya baru, sajadahnya baru, dan tasbihnya baru," kata Gus Dur menutup pidatonya. Sebelum meninggalkan makam "Batu Ampar", Gus Dur menerima kenang-kenangan berupa keris pusaka KH Damanhuri yang disampaikan oleh putranya KH Romli Damanhuri. "Mudah-mudahan dengan kedatangan saya ke tempat ini, bisa mendapatkan berkah dan ridlo Allah untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia.


BERANDA

Tuesday, December 26, 2017

MBAH SHOLEH DARAT SEMARANG

KH Muhammad Shalih bin Umar as-Samarani, terkenal dan akrab dengan nama KH Saleh Darat, adalah ulama terkemuka di peralihan abad 20 yang menjadi guru para ulama Jawa terkemuka generasi berikutnya.

Selain itu, ia juga dikenal sebagai penulis prolifik kitab-kitab keagamaan beraksara Arab dalam Bahasa Jawa. Kiai Saleh Darat adalah putera Kiai Umar, yang seperti Kiai Maja, merupakan pejuang dan penasehat keagamaan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa.

Ia dilahirkan di Kedung Jumbleng, Mayong, Jepara sekitar tahun 1820. Pelajaran agamanya yang awal diperolehnya dari ayahnya sendiri, dan dilanjutkan berguru kepada beberapa ulama, antara lain: KH Muhammad Syahid (Kajen, Pati), KH Raden Muhammad Shalih bin Asnawi (Kudus), Kiai Ishak Damaran (Semarang), Kiai Abu Abdillah Muhammad al-Hadi bin Baquni (Semarang), Ahmad Bafaqih Ba`alwi (Semarang), dan Syekh Abdul Ghani Bima (Semarang).

Ketika Diponegoro ditangkap dan perlawanannya dihancurkan oleh Belanda, Kiai Umar beserta anak lelakinya Saleh, melarikan diri ke Singapura dan kemudian ke Makkah. Selanjutnya di kota suci ini Saleh mempelajari Islam hingga bertahun-tahun. Teman seangkatannya adalah Syeikh Nawawi Banten dan Syaikhuna Cholil Bangkalan.

Dalam kitab Al-Mursyid al-Wajiz yang ditulisnya, tersebut nama-nama gurunya ketika belajar di Mekkah antara lain: Syekh Muhammad al-Maqri al-Mashri al-Makki, Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasballah, Sayid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syekh Ahmad al-Nahrawi al-Mishri al-Makki, Sayid Muhammad Shalih az-Zawawi al-Makki, Syekh Zaid, Syekh Umar al-Syami, Syekh Yusuf as-Sanbalawi al-Mashri, dan Syekh Jamal.

Sekembali dari Makkah, Kiai Saleh diambil menantu oleh Kiai Murtadha, salah seorang kiai terkemuka zaman itu, dan kemudian membuka sebuah pesantren di Kampung Mlayu Darat, Semarang. Dari sinilah asal nama ‘Darat’ yang disematkan kepadanya.

Santri-santrinya yang berjumlah ratusan datang baik dari Semarang sendiri maupun daerah-daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur lainnya seperti Kendal, Pekalongan, Demak, Rembang, Salatiga, Yogyakarta, Tremas dan lainnya.

Beberapa santrinya menjadi tokoh dan ulama terkemuka di paro pertama abad 20 seperti KH Hasyim Asy`ari (Tebuireng Jombang, pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (Yogyakarta, pendiri Muhammadiyah), KH Mahfuzh (Tremas), KHR Dahlan (Tremas), Kiai Amir (Pekalongan), Kiai Idris (Surakarta), KH Abdul Hamid (Kendal), Kiai Khalil (Rembang), Kiai Penghulu Tafsir Anom (Kraton Surakarta). Tak berlebihan jika beliau disebut sebagai ‘guru ulama Jawa.’

Kitab-kitab yang ditulis oleh Kiai Saleh semuanya menggunakan Bahasa Jawa pesisiran atau istilah di dalam kitabnya ditulis al-Lughah al-Jawiyyah al-Merikiyyah (Bahasa Jawa Setempat), dan sebagian besar merupakan karya saduran dan terjemahan atau khulashah (ringkasan) dari suatu kitab.

Seperti ditulis di bagian akhir dalam salah satu kitabnya, Majmu’ah asy-Syari’ah al-Kafiyatu lil ‘Awam, ‘...kerono arah supoyo pahamo wong-wong amsal ingsun awam kang ora ngerti boso Arab muga-muga dadi manfaat bisa ngelakoni kabeh kang sinebut ing njeroni iki tarjamah...,” kitab-kitab yang ditulis Kiai Saleh jelas ditujukan untuk kalangan yang tidak mengerti Bahasa Arab.

Kiai Saleh menerjemah, menyadur dan meringkas kitab-kitab besar seperti Ihya ‘Ulumuddin karya al-Ghazali atau Matan al-Hikam karya Ahmad bin `Athaillah al-Iskandari untuk disajikan ke pembelajar awam dan tidak mengerti bahasa Arab tersebut. Saduran dan ringkasan yang dibuat Kiai Saleh sangat padat, ringkas, dan mengena. Tidak aneh kalau hingga sekarang pun sebagian dari kitab-kitabnya masih dicetak oleh Karya Toha Putera, Semarang, dan itu artinya masih terus dibaca dan dipelajari, terutama di daerah Jawa Tengah pesisiran.

Dalam kitab-kitabnya, namanya ditulis secara resmi sebagai “As-Syaikh Haji Muhammad Saleh bin Umar As-Samarani.” Sebagai penghormatan, mendahului namanya juga diterakan sebutan “As-Syaikh al-‘Alim al-‘Allamah wal Bahrul Fahhamah (Sang Guru Besar yang Alim, Teramat Alim dan Memiliki Lautan Pengetahuan).”

Di dalam kitab-kitabnya, Kiai Saleh dengan terbuka dan kerendahan hati senantiasa menyebut bahwa ia hanya menghimpun, meringkas, dan menerjemah suatu kitab jika memang demikian adanya: “...metik saking Ihya ‘Ulumuddin Al-Ghazali (diambil dari Ihya ‘Ulumuddin Al-Ghazali),” demikian ia tulis disampul kitabnya Kitab Munjiyat.

Tercatat ada duabelas kitab yang dinisbatkan dengan nama Kiai Saleh, yaitu: Majmu`atusy Syari`at al-Kafiyah li al-`Awam (Himpunan hukum syariat bagi orang awam), Kitab Munjiyat (Kitab Ilmu Jiwa dipetik dari Ihya’ `Ulum ad-Din), Matan al-Hikam (Kitab Hikmah diambil dari karya Ahmad bin `Athaillah al-Iskandari).

Kemudian Latha’ifuth Thaharah wa Asrar ash-Shalah (Rahasia dan hakikat salat dan puasa), keutamaan bulan Muharram termasuk `Asyura, keutamaan bulan Rajab dan keutamaan bulan Sya`ban; Manâsik al-Hajji wa al-‘Umrah (Tata Cara Haji dan Umrah); Kitab Pasolatan (Kitab tentang Shalat).

Sabilul Abid `ala Jauharatit Tauhid (Kitab Tauhid [ketuhanan] yang merupakan terjemahan dari kitab tauhid karya Ibrahim Laqqani); Al-Mursyid al-Wajiz (kitab tentang Al-Qur’an); Haditsul Mi`raj (kitab mengenai Isra Mi’raj); Kitab al-Mahabbah wa al-Mawaddah fi Tarjamah Qaul al-Burdah fi al-Mahabbah wa al-Madh ‘ala Sayyid al-Mursalin (Syarah atas kitab Maulid al-Burdah karya Muhammad bin Sa`id al-Bushiri [1212-1296 H.]; Faidh ar-Rahmân fi Tarjamah Tafsir Kalam al-Malik al-Dayyan (Tafsir Quran); dan Minhaj al-Atqiya’ fi Syarh Hidayat al-Adzkiya’ ila Thariq al-Auliya’ (Syarah atas kitab Hidayatul Adzkiya’ ila Thariq al-Auliya’ karya Zainuddin bin `Ali al-Malibari [872-928 H.]). Tiga dari karyanya yang diambil dari Al-Ghazali, Ibn `Ata'illah dan Zainuddin al-Malibari, menunjukkan bahwa Kiai Saleh memiliki kecenderungan pada pengajaran tasawuf, meski ia juga menulis topik-topik yang lain. Kehidupannya yang sangat sederhana membuatnya dikenal sebagai seorang sufi sejati. Tak aneh kalau di kalangan ulama Jawa yang lebih muda, Kiai Saleh dijuluki sebagai 'Ghazali Kecil’ (al-Ghazali al-Saghir).

Kiai Saleh Darat juga dianggap sebagai guru R. A. Kartini, pengobar perjuangan perempuan di Indonesia yang terus dikenang hingga kini. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa seusai mengikuti pengajian tafsir al-Fatihah yang diberikan oleh Kiai Saleh Darat di Pendopo Agung Demak, Kartini secara halus meminta Kiai Saleh untuk menerjemahkan Al-Qur'an ke dalam Bahasa Jawa agar Al-Qur'an lebih bisa dimengerti kalangan awam.

Di antaranya, atas dasar permintaan Kartini itulah, Kiai Saleh menulis kitab Faidlur Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam al-Malik al-Dayyan pada tahun 1312 H/1894 M, kitab yang berisi tafsir Al-Quran dalam Bahasa Jawa.

Ketika Kartini menikah, Kiai Saleh Darat menghadiahkan kepadanya terjemahan Al-Qur'an juz pertama. Berkat terjemahan ini, Kartini, yang sebelumnya memandang Al-Quran sebagai kitab yang hanya dimonopoli pengertiannya oleh para ulama saja, mengaku menjadi lebih memahami dan mencintai Al-Quran. Sayang, tafsir Al-Quran pertama dalam Bahasa Jawa ini hanya sempat ditulis hingga juz enam karena Kiai Saleh Darat keburu wafat.

Kiai Saleh dikenal memiliki sikap politik yang anti-Belanda yang tercermin dalam banyak karyanya. Ia mengajarkan murid-muridnya untuk sebisa mungkin menghindari Belanda dan memperingatkan mereka untuk tidak meniru-niru cara hidup Belanda.

Dalam kitabnya, Majmu`at al-Shari`at al-Kafiyya li-l-`awam, ia menyatakan haram hukumnya bagi umat Islam menggunakan pakaian Eropa seperti jas dan dasi. Jika pun tidak bisa dihindarkan lagi harus datang ke kantor pemerintah, Kiai Saleh menyarankan agar yang bersangkutan masuk dengan kaki kiri terlebih dulu sebagaimana memasuki toilet dan tempat-tempat sejenis lainnya.

Karena itu, tidak aneh kalau sekali waktu Kiai Saleh pernah dicurigai memiliki hubungan dengan para aktivis politik. Pada tahun 1883, Konsul Belanda di Jeddah melaporkan bahwa Kiai Saleh pernah meminta Sultan Turki Ustmani untuk menghancurkan dominasi Belanda di Jawa.

Kiai Saleh wafat di Semarang pada 28 Ramadhan 1321 H. bertepatan dengan 18 Desember 1903, dalam usia 83 tahun, dan dimakamkan di Pemakaman Umum Bergota, Semarang.




pada suatu hari KH Sholeh Darat yang sudah kembali dari Mekah dan tinggal di nDarat Semarang kedatangan tamu seorang tokoh yang terkenal sakti asal Jawa Timur. Si tokoh sudah biasa dipanggil kiai.

Tamu tersebut datang di malam hari. Karena Kiai Sholeh sedang mengajar ngaji, seorang santri mempersilakan sang tamu menunggu di serambi langgar seraya disuguhi minuman. Langgar yang dibangun oleh mertua Mbah Sholeh, Kiai Murtadho, itu berbentuk panggung dan terbuat dari kayu jati.

Usai mengaji, Mbah Sholeh menemui tamunya tersebut.

"Jenengan tindhak mriki nithih napa (Anda datang ke sini naik apa?)," tanya tuan rumah kepada si tamu.

"Numpak macan (naik harimau)," jawab si tamu dengan nuansa pamer. Maklum saat itu tunggangan yang biasa dipakai orang umum adalah kuda.

"Lho, dicancang teng pundi macane (diikat di mana harimau itu?)"

"Saya ikat di luar pagar sana itu. Khawatir menakuti santri-santri jenengan."

Mbah Sholeh hanya tersenyum. Lantas menyuruh santrinya menuntun macan besar tunggangan tamunya itu. Santri nDarat ternyata sama sekali tidak takut pada macan.

"Masukkan kandang, Kang. Biar tidak kedinginan atau kehujanan," perintah Mbah Sholeh kepada santrinya.

Mengatahui bahwa yang dimaksud adalah kandang kambing, si tamu jadi khawatir.

"Jangan dimasukkan kandang, Mbah. Nanti kambing jenengan dimakan sama macan saya," ujarnya yang hanya ditimpali senyum sang tuan rumah.

"Tak apa-apa. Kambing saya akan aman kok," jawab Mbah Sholeh seraya menggamit tangan si tamu untuk menenangkannya. Lalu dipersilakan menuju kamar untuk dipersilakan istirahat.

Sebelum tidur malam itu, si tamu membayangkan macannya pasti telah menerkam kambing-kambing milik Mbah Sholeh dan esoknya akan ada banyak bangkai. Namun karena kelelahan, matanya segera terpejam.

Pagi hari usai diajak berbincang dan dijamu makanan oleh tuan rumah, dia bergegas menengok ke kandang. Betapa terperanjatnya dia, bukan bangkai kambing yang ditemukan, malah macannya yang mati. Tergeletak kaku di samping barisan kambing yang riuh mengembik.

"Mbeeek... Mbeeekkk...” suara kambing gaduh seperti meminta bangkai macan segera disingkirkan. Seekor kambing powel yang jenggotnya panjang, mulutnya tampak merah. Diduga kuat, si kambing itulah yang membunuh si macan.

Akhirnya si tamu meminta maaf dan menyesali kesombongannya. Dia menyadari betapa rendah ilmunya dibanding sang kiai yang pernah jadi qadhi di Mekah dan menjadi mahaguru dari gurunya para ulama Nusantara ini.

BERANDA

TUAN GURU MUHAMMAD ZAINI ABDUL GHANI (GURU IJAI)

Guru Ijai atau Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin al-Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari yang bergelar Al Alimul Allamah Al Arif Billaah Albahrul Ulum Al Waliy Qutb As Syeekh Al Mukarram Maulana (biasa dipanggil Abah Guru Sekumpul atau Tuan Guru Ijai).

Beliau adalah sufi termasyhur, juga sosok Wali Allah kharismatik Martapura, Kalimantan Selatan, yang menyatukan syari’at, tarekat dan hakikat dalam dirinya. Beliau lebih dikenal dengan sebutan Guru Ijai atau Guru Sekumpul, dan juga salah seorang ulama yang mempopulerkan Simthad Durar atau Maulid Habsyi di Kalimantan Selatan. Pada zamannya Guru Ijai adalah satu-satunya ulama Kalimantan, atau mungkin di Indonesia, yang mendapat otoritas untuk mengijazahkan Tarekat Samaniyyah yang didirikan oleh MUHAMMAD SAMAN.




Zaini Abdul Ghani atau Guru Ijai lahir pada 11 Februari 1942 (27 Muharram 1361 H) di Kampung Tunggul Irang Seberang, Martapura. Beliau masih keturunan dari ulama besar Syekh ARSYAD AL-BANJARI. Di masa kecilnya beliau memiliki keistimewaan yakni tak pernah mengalami “mimpi basah” (ihtilam). Pendidikan pertamanya diberikan oleh kedua orang tuanya, Haji Abdul Ghani dan Hajah Masliah binti Haji Mulya, dan oleh neneknya, Hajah Salbiyah. Bersama neneknya inilah beliau suka sekali membaca al-Qur’an. Pada usia tujuh tahun beliau masuk madrasah di Kampung Keraton, Martapura. Pada masa kecil ini beliau belajar al-Qur’an pertama kali kepada Guru Hasan. Orang tuanya, yang tergolong orang sederhana, selalu membekalinya sebotol minyak untuk diberikan kepada gurunya ini. Sejak usia 10 tahun Guru Ijai telah dikaruniai kassyaf hissi, yakni mampu melihat dan mendengar apa-apa yang tersembunyi atau hal-hal ghaib. Pada usia 14 tahun beliau dikaruniai futuh(pencerahan spiritual) saat membaca sebuah tafsir al-Qur’an. Pada masa remaja ini pula beliau mengalami perjumpaan spiritual dengan Sayyidina Hasan dan Husain, cucu Rasulullah. Kedua cucu Rasulullah ini masing-masing membawa pakaian dan mengenakannya langsung kepada beliau lengkap dengan sorbannya.

Beliau melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Datu Kalampian Bangil, Jawa Timur, kepada Kyai Sarwani Abdan yang juga berasal dari Martapura. Di sini beliau selain mendapat pendidikan syariat juga mendalami ilmu spiritual. Selanjutnya beliau berguru kepada Syekh Falah di Bogor. Selain kepada kedua ulama ini, beliau juga mendalami syariat dan tarekat kepada Syekh Muhammad Yasin Padang di Mekah, Syekh Hasan Masysyath, Syekh Isma’il Yamani, Syekh Abdul Qadir al-Baar, Syekh Sayyid Muhammad Amin Kutby, Allamah Ali Junaidi (Berau) ibn Jamaluddin ibn Muhammad Arsyad. Atas petunjuk Syekh Ali Junaidi, beliau kemudian belajar kepada Syekh Fadhil Muhammad (Guru Gadung). Kepada Guru Gadung ini Guru Ijai belajar tentang ajaran Nur Muhammad. Beliau juga mendapat ijazah Maulid Simthud Durar dari sahabat karibnya, Habib Anis ibn Alwi ibn Ali al-Habsyi dari Solo, Jawa Tengah.

Beliau sempat menjadi pengajar di Pesantren Darussalam Martapura selama lima tahun, kemudian membuka pengajian di rumahnya sendiri pada 1970-an, di dampingi oleh seorang kyai terkenal yakni Guru Salman Bujang (Guru Salman Mulya). Pengajian dimulai setiap hari Kamis petang hingga malam Jum’at. Pada 1988 beliau pindah ke Kampung Sekumpul, membuka kompleks perumahan ar-Raudhah atau Dalam Regol. Sejak itu kewibawaan dan kharismanya memancar luas – murid-muridnya dan tamu-tamunya berdatangan dari berbagai daerah, bahkan dari negeri jiran seperti Malaysia, Singapura dan Brunei. Sebagian datang untuk berguru, sebagian mencari barakahnya, dan sebagian ingin berbaiat Tarekat Samaniyyah. Juga beberapa tokoh nasional menyempatkan diri mengunjunginya, seperti Amien Rais, Gus Dur, Megawati, AA Gym dan sebagainya.




Gemblengan ayah dan bimbingan intensif pamannya semenjak kecil betul-betul tertanam. Semenjak kecil ia sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, ridha, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnya sendiri. Seperti misalnya, suatu ketika hujan turun deras, sedangkan rumah Guru Sekumpul sekeluarga sudah sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah.Pada waktu itu, ayahnya menelungkupinya untuk melindungi tubuhnya dari hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan.

Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Guru Sekumpul juga adalah seorang pemuda yang saleh dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun. Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan sistem memenej usaha dagang dia sampaikan kepada generasi sekarang lewat cerita-cerita itu.

Beberapa cerita yang diriwayatkan adalah sewaktu kecil mereka sekeluarga yang terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji telur, dibagi empat. Tak pernah satu kalipun di antara mereka yang mengeluh. Pada masa-masa itu juga, ayahnya membuka kedai minuman. Setiap kali ada sisa teh, ayahnya selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan kepada beliau. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan diberikan untuk keluarga.

Adapun sistem mengatur usaha dagang, ayah beliau menyampaikan bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan sepertiga untuk disumbangkan. Salah seorang ustadz setempat pernah mengomentari hal ini, “bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu.” Pernah sewaktu kecil beliau bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegurnya, “Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur.” Beliau langsung berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.

Guru Ijai menikah tiga kali, dan dikarunia dua putra dari istri keduanya, Hajjah Laila, yakni Muhammad Amin Badali al-Banjari dan Ahmad Hafi Badali al-Banjari.




Sebagai ulama, beliau dikenal sebagai orang yang amat lembut, kasih sayang, sabar, dermawan dan tekun. Apapun yang terjadi terhadap dirinya, beliau tak pernah mengeluh – bahkan pernah beliau dipukuli oleh orang-orang yang dengki kepadanya namun beliau tidak mengeluh atau mendendam sama sekali. Beliau juga mengajarkan agar orang senantiasa mencintai dan hormat kepada ulama yang baik dan saleh. Hal ini dicontohkan dalam sikapnya: ketika masih kecil beliau selalu menunggu di tempat yang biasa dilewati oleh Syekh Fadhil Zainal Ilmi pada hari-hari tertentu semata-mata hanya untuk bersalaman dan mencium tangan kyai tersebut. Jika ada yang mengkritik atau mencaci-maki ajaran tarekatnya, atau mengejek keadaan dirinya, beliau hanya diam, karena beliau menganggap mereka adalah orang-orang yang belum mengerti dan memahami. Tamu-tamu yang datang selalu dijamu makanan, termasuk pada waktu pengajian. Tidak kurang dari 3000 orang selalu datang ke pengajiannya dan selalu diberi jamuan makan.

Kedermawanannya ini tampak bukan hanya kepada lingkungan sekitar, tetapi juga ke setiap tempat yang disinggahinya. Salah satu pesannya adalah “Jangan bakhil” karena itu adalah sifat tercela. Beliau sering mengutip pesan “pintu surga diharamkan bagi orang bakhil.” Beliau juga mengajarkan apa yang disebutnya kaji-gawi, artinya menuntut ilmu dan diamalkan. Salah satu keunikannya dalam berdakwah adalah perhatiannya kepada kesehatan umat. Pada waktu tertentu beliau mendatangkan dokter spesialis (jantung, ginjal, paru, mata, dan sebagainya) untuk memberikan penyuluhan kesehatan sebelum pengajian dimulai. Beliau juga menulis beberapa kitab, di antaranya adalah Risalah Mubarakah; Manaqib as-Syaikh as-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim al-Qadiri al-Hasani as-Saman al-Madani; Risalah Nuraniyah fi Syarhit Tawassualtis Sammaniyah; dan Nubdzatun fi Manaqib al-Imam al-Masyhur bil-Ustadz al-A’zham Muhammad bin Ali Ba’Alawy.

Beberapa kisah karamahnya diantaranya adalah sebagai berikut. Saat masih di Kampung Keraton beliau biasanya duduk-duduk dengan beberapa orang sambil bercerita tentang orang-orang terdahulu untuk mengambil pelajaran dari kisah itu. Suatu saat beliau bercerita tentang buah rambutan, yang saat itu belum musimnya. Tiba-tiba beliau mengacungkan tangannya ke belakang, seolah-olah mengambil sesuatu, dan mendadak di tangan beliau sudah memegang buah rambutan matang, yang kemudian beliau makan. Beliau juga bisa memperbanyak makanan – setelah makan sepiring sampai habis, tiba-tiba makanan di piring itu penuh lagi, seakan-akan tak dimakan olehnya. Dikisahkah pula, suatu ketika terjadi musim kemarau panjang, dan sumur-sumur mengering. Masyarakatpun meminta kepada Guru Ijai agar berdoa meminta hujan. Beliau lalu mendekati sebatang pohon pisang, menggoyang-goyangkan pohon itu dan tak lama kemudian hujan pun turun. Beliau juga dikenal bisa menyembuhkan banyak orang dengan kekuatan spiritualnya.

Beberapa Catatan lain berupa beberapa kelebihan beliau adalah dia sudah hafal Al-Qur’an semenjak berusia 7 tahun. Kemudian hapal tafsir Jalalain pada usia 9 tahun. Semenjak kecil, pergaulannya betul-betul dijaga. Kemana pun bepergian selalu ditemani. Pernah suatu ketika beliau ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa kecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamannya, Syaikh Seman Mulya di hadapannya dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak ada yang melihat Syekh, begitu juga sepupu yang menjadi ”bodyguard”-nya. Dia pun langsung pulang ke rumah.

Dalam usia kurang lebih 10 tahun, sudah mendapat khususiat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu melihat dan mendengar apa yang ada di dalam atau yang terdinding. Dalam usia itu pula beliau didatangi oleh seseorang bekas pemberontak yang sangat ditakuti masyarakat akan kejahatan dan kekejamannya. Kedatangan orang tersebut tentunya sangat mengejutkan keluarga di rumah beliau. Namun apa yang terjadi, laki-laki tersebut ternyata ketika melihat beliau langsung sungkem dan minta ampun serta memohon minta dikontrol atau diperiksakan ilmunya yang selama itu ia amalkan, jika salah atau sesat minta dibetulkan dan dia pun minta agar supaya ditobatkan.

Pada usia 9 tahun pas malam jumat beliau bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di depan pintu kapal berdiri seorang penjaga dengan jubah putih dan di gaun pintu masuk kapal tertulis “Sapinah al-Auliya”. Beliau ingin masuk, tapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Dia pun terbangun. Pada malam jum’at berikutnya, ia kembali bermimpi hal serupa. Dan pada malam jumat ketiga, ia kembali bermimpi serupa. Tapi kali ini ia dipersilahkan masuk dan disambut oleh salah seorang syekh. Ketika sudah masuk ia melihat masih banyak kursi yang kosong.

Ketika beliau merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak dikira orang yang pertama kali menyambutnya dan menjadi guru adalah orang yang menyambutnya dalam mimpi tersebut.




Sebelum meninggal dunia Guru Ijai sempat dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, selama 10 hari. Tetapi pada hari Selasa malam beliau pulang dan tiba di Bandara Syamsuddin Noor, Banjarmasin, pada pukul 20.30. Keesokan harinya, Rabu 10 Agustus 2005, pukul 5.10 waktu setempat, beliau meninggal dunia. Ribuan orang berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir dan mengiringi jenazah beliau hingga ke pemakaman. Begitu mendengar kabar meninggalnya Guru Sekumpul lewat pengeras suara di masjid-masjid selepas salat subuh, masyarakat dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan berdatangan ke Sekumpul Martapura untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum. Pasar Martapura yang biasanya sangat ramai pada pagi hari, Rabu pagi itu sepi karena hampir semua kios dan toko-toko tutup. Suasana yang sama juga terlihat di beberapa kantor dinas, termasuk Kantor Bupati Banjar. Sebagian besar karyawan datang ke Sekumpul untuk memberikan penghormatan terakhir. Sebelum dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Mushalla Ar Raudhah, Rabu sore sekitar pukul 16.00, warga masyarakat yang datang diberikan kesempatan untuk melakukan salat jenazah secara bergantian. Kegiatan ibadah ini berpusat di Mushalla Ar Raudhah, Sekumpul, yang selama ini dijadikan tempat pengajian oleh Guru Sekumpul.




Meski memiliki karamah, beliau selalu berpesan agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugrah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau skill. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Dan karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istiqamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tapi bakarmi (orang yang keluar sesuatu dari duburnya).

Guru Sekumpul juga sempat memberikan beberapa pesan kepada seluruh masyarakat Islam, yakni:

  • Menghormati ulama dan orang tua
  • Baik sangka terhadap muslimin
  • Murah harta
  • Manis muka
  • Jangan menyakiti orang lain
  • Mengampunkan kesalahan orang lain
  • Jangan bermusuh-musuhan
  • Jangan tamak atau serakah
  • Berpegang kepada Allah, pada kabul segala hajat
  • Yakin keselamatan itu pada kebenaran.



Beliau sering disebut-sebut sebagai Habib keturunan Rasulullah, padahal beliau sendiri tidak pernah menambahkan dibelakang nama beliau dengan fam tertentu. Lalu darimana isyu tersebut?, mari kita telusuri nasab beliau.
  1. K H. Muhammad Zaini
  2. Abdul Ghani
  3. H Abdul Manaf
  4. Muhammad Seman
  5. H M. Sa’ad
  6. H. Abdullah
  7. Mufti H. M. Khalid
  8. Khalifah H. Hasanuddin
  9. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari


Sampai disini, tidak ada perbedaan karena memang diingat, dicatat, dan dijaga dengan baik oleh Guru Sekumpul serta keluarga beliau. Perbedaan terjadi ketika kita meneliti nasab dari Sekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang merupakan tokoh Islam terbesar di bumi Banjar.

Ada beberapa versi catatan nasab Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, ada yang mengatakan lima versi, namun yang saya temukan hanya dua dan itupun masih dalam versi yang sama karena yang kedua tidak jauh beda dengan yang pertama, hanya ketinggalan 2 orang, mungkin kesalahan penyalinan saja.

Pertama, catatan dari 3 kitab, yaitu: Syajaratul Arsyadiyah, Syeikh Muhammad Arsyad Al Banjari Pengarang Sabilal Muhtadin, dan Maulana Syeik Muhammad Arsyad Al Banjari. Yaitu sebagai berikut:
  1. Muhammad Arsyad Al Banjari
  2. Abdullah Abu Bakar
  3. Sultan Abdurrasyid Mindanao
  4. Abdullah Abu Bakar Al Hindi
  5. Ahmad Ash Shalaibiyyah
  6. Husein Abdullah
  7. Syaikh Abdullah Al Idrus Al Akbar (datuk seluruh keluarga Al Aidrus)
  8. Abu Bakar As Sakran
  9. Abdurrahman As Saqaf
  10. Muhammad Maula Dawilah
  11. Ali Maula Ad Dark
  12. Alwi Al Ghoyyur
  13. Muhammad Al Faqih Muqaddam
  14. Ali Faqih Nuruddin
  15. Muhammad Shahib Mirbath
  16. Ali Khaliqul Qassam
  17. Alwi
  18. Muhammad Maula Shama’ah
  19. Alawi Abi Sadah
  20. Ubaidillah
  21. Imam Ahmad Al Muhajir
  22. Imam Isa Ar Rumi
  23. Al Imam Muhammad An Naqib
  24. Al Imam Ali Uraidhy
  25. Al Imam Ja’far As Shadiq
  26. Al Imam Muhammad Al Baqir
  27. Al Imam Ali Zainal Abidin
  28. Al Imam Sayyidina Husein
  29. Al Imam Amirul Mu’minin
  30. Ali Karamallah wajhah wa Sayyidah Fatimah Az Zahra
  31. Rasulullah SAW[1]


Kedua, terdapat pada kitab yang dikarang oleh seseorang tanpa nama dengan judul Silsilah Siti Fatimah, sebagai berikut:
  1. Muhammad Arsyad Al Banjari
  2. Abdullah
  3. Abu Bakar
  4. Abdurrasyid
  5. Abdullah al-Idrus al-Magribi
  6. Abu Bakar al-Hindi
  7. Ahmad Husin Abdullah
  8. Syaikh Abdullah Al-Idrus
  9. Abu Bakar as-Sakrani
  10. Abdurrahman as-Saqafi
  11. Maulana Ad-Duwailah
  12. Ali Alwi
  13. al-Faqih al-Muqaddam Muhammad
  14. Ali Khala Qasim Alwi
  15. Muhammad Alwi Abdullah
  16. Ahmad al-Muhajir lillah
  17. Isa an-Naqib
  18. Muhammad an-Naqib
  19. Ali al-Arid
  20. Ja’far as-Sadiq
  21. Muhammad al-Baqir
  22. Ali Zainal Abidin
  23. Sayyidina Husin
  24. Sayyidina Ali dan Sayyidina Fatimah az-Zahra
  25. Sayyidina Muhammad SAW.[2]


Kedua versi silsilah/nasab diatas sama saja, hanya saja pada silsilah kedua ada yang terlewatkan dan saya tidak tahu apakah itu kesalahan M. Rusydi yang menyalin atau memang dari kitab Silsilah Siti Fatimah-nya. Pada catatan nasab yang kedua tidak ada Ali Faqih Nuruddin dan Muhammad Shahib Mirbath yang pada nasab pertama berada di nomor 18 dan 19.

Perbedaan lainnya terdapat pada penulisan nama. Ada dua nama yang berbeda namun orang tua (bin)nya sama, yaitu Ubaidillah Bin Ahmad Al Muhajir dan Isa Arrumi Bin Muhammad Annaqib.

Pada catatan nasab pertama tertulis Ubaidillah (nomor 24) sementara pada catatan nasab yang kedua tertulis Abdullah (nomor 22) Pada catatan nasab pertama tertulis Isa Arrumi (nomor 26) sementara pada catatan nasab yang kedua tertulis Isa an-Naqib (nomor 24) Saya tidak bisa mengetahui secara pasti apakah kedua nama itu orang yang sama, hanya kekeliruan penulisan saja atau memang orang yang berbeda.

Perbedaan-perbedaan pada catatan nasab tersebut mungkin hanya kesalahan penyalinan saja, yang jelas kedua nasab tersebut membenarkan bahwa Muhammad Arsyad Al Banjari adalah seorang keturunan Rasulullah, yang secara otomatis menyatakan bahwa yang mulia Guru Sekumpul juga seorang habib ber fam Al-Idrus (Al-Aydrus).

Lalu mengapa Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari tidak menyertakan fam Al-Idrus (Al-Aydrus) dibelakang nama beliau?. Keterangan yang saya dengar langsung dari Guru Sekumpul dalam pengajian beliau, bahwa penyembunyian Nasab itu bertujuan untuk menghindari penjajah Belanda yang katanya pada waktu itu mengincar setiap orang yang didirinya mengalir darah Rasulullah.

BERANDA

MBAH MALIK PURWOKERTO

Syaikh Abdul Malik adalah sosok ulama yang cukup di segani di Kebumen propinsi Jawa Tengah. Semasa hidupnya memegang dua thariqah besar (sebagai mursyid) yaitu: Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia peroleh secara langsung dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad Ilyas, sedangkan sanad Thariqah Asy-Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah).

Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an dan Shalawat. Beliau tak kurang membaca shalwat sebanyak 16.000 kali dalam setiap harinya dan sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun shalawat yang diamalkan adalah shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering disebut shalawat rahmat, yakni “Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah shalawat yang sering beliau ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau. Adapun shalawat-shalawat yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar dan lain-lain.

Beliau juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai kepribadian yang sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian dari akhlaq yang melekat pada diri beliau. Sehingga amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.

Beliau disamping dikenal memiliki hubungan yang baik dengan para ulama besar umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama dan habaib yang dianggap oleh banyak orang telah mencapai derajat waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Hamid bin Yahya (Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain.

Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul pergi ke Pekalongan untuk menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul, Habib Soleh berkata kepada para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah gerangan orang yang akan datang kemari? Dia adalah salah seorang pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah Syaik Abdul Malik dan jamaah pun terkejut melihatnya.

Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul Malik berkunjung ke rumahnya bersama rombongan, Habib Husein berkata, ”Aku harus di pintu karena aku mau menyambut salah satu pembesar Wali Allah.”

Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad sedang nama Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy-Syaikh Abdul Malik telah memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH Muhammad Affandi.

Setelah belajar Al-Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh kemudian mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh sang ayah, ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al-Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di Tanah suci dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih selama limabelas tahun.

Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang tinggal di Mekkah), Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan thariqah alawiyah ia berguru pada Habib Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat (Semarang).

Sementara itu, guru-gurunya di Madinah adalah Sayid Ahmad bin Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid Ali Ridha.

Setelah sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy-Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk berkhidmat kepada keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad Ilyas berpulang ke Rahmatullah.

Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul Malik kemudian mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh berusia tiga puluh tahun.

Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali membawa jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan menjadi pembimbing dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama.

Sehingga wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu-ilmu agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar. Pemerintah Saudi sendiri sempat memberikan hadiah berupa sebuah rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah yang sangat agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi hanya kepada para ulama yang telah memperoleh gelar Al-‘Allamah.

Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang) setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali menyempatkan diri singgah di rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap sekali belajar ilmu Al-Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik.

Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat sederhana, di samping itu ia juga sangat santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin. Baik mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.

Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar, Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para pengikut Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan tawajjuhan).

Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain.

Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama maupun shalihin.”

Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al-Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-Syada’id.”

Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka.

Syaikh Abdul Malik wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April 1980) dan dimakamkan keesokan harinya lepas shalat Ashar di belakang masjid Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk Purwokerto.

BERANDA

MBAH DALHAR WATUCONGOL



Mbah Kyai Dalhar lahir di komplek pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M). Ketika lahir beliau diberi nama oleh ayahnya dengan nama Nahrowi. Ayahnya adalah seorang mudda’i ilallah bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo. Kyai Abdurrauf adalah salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning.

Diriwayatkan, Kyai Hasan Tuqo keluar dari komplek keraton karena beliau memang lebih senang mempelajari ilmu agama daripada hidup dalam kepriyayian. Belakangan waktu baru diketahui jika beliau hidup menyepi didaerah Godean, Yogyakarta. Sekarang desa tempat beliau tinggal dikenal dengan nama desa Tetuko. Sementara itu salah seorang putera beliau yang bernama Abdurrauf juga mengikuti jejak ayahnya yaitu senang mengkaji ilmu agama. Namun ketika Pangeran Diponegoro membutuhkan kemampuan beliau untuk bersama – sama memerangi penjajah Belanda, Abdurrauf tergerak hatinya untuk membantu sang Pangeran.

Dalam gerilyanya, pasukan Pangeran Diponegoro sempat mempertahankan wilayah Magelang dari penjajahan secara habis – habisan. Karena Magelang bagi pandangan militer Belanda nilainya amat strategis untuk penguasaan teritori lintas Kedu. Oleh karenanya, Pangeran Diponegoro membutuhkan figure – figure yang dapat membantu perjuangan beliau melawan Belanda sekaligus dapat menguatkan ruhul jihad dimasyarakat. Menilik dari kelebihan yang dimilikinya serta beratnya perjuangan waktu itu maka diputuskanlah agar Abdurrauf diserahi tugas untuk mempertahankan serta menjaga wilayah Muntilan dan sekitarnya. Untuk ini Abdurrauf kemudian tinggal di dukuh Tempur, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan. Beliau lalu membangun sebuah pesantren sehingga masyhurlah namanya menjadi Kyai Abdurrauf.

Pesantren Kyai Abdurrauf ini dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdurrahman. Namun letaknya bergeser ke sebelah utara ditempat yang sekarang dikenal dengan dukuh Santren (masih dalam desa Gunung Pring). Sementara ketika masa dewasa mbah Kyai Dalhar, beliau juga meneruskan pesantren ayahnya (Kyai Abdurrahman) hanya saja letaknya juga dieser kearah sebelah barat ditempat yang sekarang bernama Watu Congol. Adapun kisah ini ada uraiannya secara tersendiri.



Mbah Kyai Dalhar adalah seorang yang dilahirkan dalam ruang lingkup kehidupan pesantren. Oleh karenanya semenjak kecil beliau telah diarahkan oleh ayahnya untuk senantiasa mencintai ilmu agama. Pada masa kanak – kanaknya, beliau belajar Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri yaitu Kyai Abdurrahman. Menginjak usia 13 tahun, mbah Kyai Dalhar mulia belajar mondok. Ia dititipkan oleh sang ayah pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Disini beliau belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun. Sesudah dari Salaman, mbah Kyai Dalhar dibawa oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen. Saat itu beliau berusia 15 tahun. Oleh ayahnya, mbah Kyai Dalhar diserahkan pendidikannya pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma’ruf dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di pesantren ini. Dan selama di pesantren beliau berkhidmah di ndalem pengasuh. Itu terjadi karena atas dasar permintaan ayah beliau sendiri pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.

Kurang lebih pada tahun 1314 H/1896 M, mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya yaitu Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki – laki tertuanya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani thalabul ilmi ke Makkah Musyarrafah. Dalam kejadian bersejarah ini ada kisah menarik yang perlu disuri tauladani atas ketaatan dan keta’dziman mbah Kyai Dalhar pada gurunya. Namun akan kita tulis pada segmen lainnya.

Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani punya keinginan menyerahkan pendidikan puteranya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani kepada shahib beliau yang berada di Makkah dan menjadi mufti syafi’iyyah waktu itu bernama Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani (ayah Syeikh As_Sayid Muhammad Sa’id Babashol Al-Hasani). Sayid Abdurrahman Al-Hasani bersama mbah Kyai Dalhar berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Dikisahkan selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan kemudian lanjut sampai di Semarang, saking ta’dzimnya mbah Kyai Dalhar kepada putera gurunya, beliau memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang diambil oleh sosok mbah Kyai Dalhar. Subhanallah.

Sesampainya di Makkah (waktu itu masih bernama Hejaz), mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hejaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.

Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama “Dalhar” pada mbah Kyai Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai “Dalhar”. Allahu Akbar. Ketika berada di Hejaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemusrsyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan nama beliau di Jawa.

Riyadhah dan amaliahnyaMbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai – sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup ‘alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak dewasa.

Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk medoakan para keturunan beliau serta para santri – santrinya. Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.

Selain mengamalkan dzikir jahr ‘ala thariqatis syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar juga senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir sirnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang. Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga ; KH Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq. Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera – putera di Watucongol.



Sebagai seorang auliyaillah, mbah Kyai Dalhar mempunyai banyak karamah. Diantara karamah yang dimiliki oleh beliau ialah :
Suaranya apabila memberikan pengajian dapat didengar sampai jarak sekitar 300 meter walau tidak menggunakan pengeras suara
Mengetahui makam – makam auliyaillah yang sempat dilupakan oleh para ahli, santri atau masyarakat sekitar dimana beliau – beliau tersebut pernah bertempat tinggal Dll



Karya mbah Kyai Dalhar yang sementara ini dikenal dan telah beredar secara umum adalah Kitab Tanwirul Ma’ani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah As-Syadziliyyah. Selain daripada itu sementara ini masih dalam penelitian. Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya beliau setelah ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Tremas. Dimana pada saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.



Banyak sekali tokoh – tokoh ulama terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920 – 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus, Lirboyo ; KH Dimyathi, Banten ; KH Marzuki, Giriloyo dll.



Sesudah mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Kyai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 – Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari Rabu namun jatuh hari Kamis Pahing. Menurut kakek penulis yaitu KH Ahmad Abdul Haq (putera laki-laki mbah Kyai Dalhar), yang benar mbah Kyai Dalhar itu wafat pada hari Rabu Pon.

Demikianlah manaqib singkat yang sebenarnya ditulis semoga menjadikan faham pada semua pihak. Penulis adalah cucu dari Mbah Kyai Dalhar dari jalur ibu. Adapun nasabnya yang sampai pada beliau dengan tartib adalah ibu penulis sendiri bernama Fitriyati binti KH Ahmad Abdul Haq bin KH Nahrowi Dalhar.



Setelah menunjukkan kemampuannya kepada kedua orang tuanya, beberapa bulan kemudian Gus MIek melanjudkan studinya di Lirboyo. Di tengah-tengah penddidikannya di Lirboyo, Gus Miek justru pergi ke Watucongol Magelang, ke pondok pesantren yang diasuh KH. Dalhar yang terkenal sebagai seorang wali di Jawa Tengah.

KH. Dalhar adalah seorang di antara tiga wali yang termasyhur di Fawa Tengah. Ketiga wali itu adalah KH. Hamid, Kajoran, Magelang, sebagai wali dakwah; dan KH. Dalhar sendiri sebagai wali hakikat. Akan tetapi, sejak KH. Dalhar wafat pada 1959, menurut sebagian pendapat, posisinya digantikan KH. Mangli, Muntilan, Magelang. Awal kedatangannya di Watucongol pada 1954, Gus Miek tidak langsung mendaftarkan diri menjadi santri, tetapi hanya memancing di kolam pondok yang dijadikan tempat pemandian. Hal itu sering dilakukannya pada setiap datang di Watucongol kebiasaannya memancing tanpa memakai umpan, terutama di kolam tempat para santri mandi dan mencuci pakean, membuat Gus Miek terlihat seperti orang gila bagi orang yang belum mengenalnya. Setelah beberapa bulan dengan hanya dating dan memancing di kolam pemandian, ia lalu menemui KH. Dalhar dan meminta izin untuk belajar.

“Kiai, saya ingin ikut belajar kepada kiai,” kata Gus Miek ketika itu. “Belajar apa tho, Gus, kok kepada saya,” tanya KH. Dalhar. “Saya ingin belajar Al Qur’an dan Kelak ingin saya sebarkan,” jawab Gus Miek dengan mantap.

KH. Dalhar akhirnya mau menerima Gus Miek sebagai muridnya, khusus untuk belajar Al Qur’an. Akan tetapi, Gus Miek tidak hanya sampai di situ saja, ia berulang kali juga meminta berbagai ijsah amalan untuk menggapai cita-cita, tanggung jawab, dan ketenangan hidupnya. Seolah ingin menguras habis semua ilmu yang ada pada KH. Dalhar, terutama dalam hal kepasitas KH. Dalhar sebagai seorang wali, mursyid tarekat, dan pengajar Al Qur’an. Gus Miek juga seolah ingin mempelajari bagaimana seharusnya menjadi seorang wali, apa saja yang harus dipenuhi sebagai seorang mursyid, dan seorang pengajar Al Qur’an.

Setiap kali Gus Miek meminta tambahan ilmu, KH. Dalhar selalu menyuruh dia membaca Al Fatehah. Apa pun bentuk permintaan Gus Miek, KH. Dalhar selalu menyuruhnya mengamalkan Al Fatehah. Barangkali karena ajaran KH. Dalhar sersebut, Gus Miek banyak memberikan ijasah bacaan Al Fatehah kepada para pengikutnya untuk segala urusan. Bahkan apabila ingin berhubungan dengan Gus Miek, cukup dengan membacakan Al Fatehah saja. Dan, bias jadi inilah yang mengilhami Gus Miek (di samping ijasah yang diberikan oleh Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin yang disampaikan kepada adiknya) menerapkan ajaran sejumlah bacaan Al Fatihah dalam kegiatan wirid Lailiyah yang didirikannya pada tahun 1961, yang kemudian berkembang menjadi Dzikrul Ghofilin pada 1973.

KH. Dalhar,bagi Gus Miek, adalah satu-satunya orang yang dianggap sebagai guru dunia dan akhirat. Oleh karena itu, selama berada di Watucongol, Gus Miek dengan telaten selalu membersihkan terompah KH. Dalhar, dan menatanya untuk lebih mudah dipakai ketika KH. Dalhar naik ke masjid. Menurut Gus Miek, hal itu dilakukan sebagai upayanya untuk belajar istiqamah. Sebab istiqamah, menurut ajaran KH. Djazuli, ayahnya, adalah lebih utama dari 1000 karomah. Oleh karena itu, dalam rangka melatih keistiqamahannya, Gus Miek memulai dengan istiqamah membersihkan dan menata terompah KH. Dalhar gurunya. Pernah, di suatu hari, Gus Miek menemukan trompah KH. Dalhar yang biasanya ada di depan kamar ada dua buah yang sama persis baik ukuran maupun bentuknya sehingga ia tidak bias membedakannya. Bungkul (tangkai tempat menjepit antara jari kaki) terompah KH. Dalhar terbuat dari emas, terompah yang satu juga sama. Akhirnya, ia membersihkan dan menata keduanya sambil menunggu siapakah tamu gurunya itu. Sekian lama ia menunggu sampai terkantuk-kantuk, tetapi terompah itu tetap dua buah jumlahnya. Ketika sesaat ia terlena, terompah itu tinggal satu. Ia terkejut, kemudian berlari jauh keluar pondok untuk melihat tamu tersebut sepanjang jalan sehingga nafasnya tersengal-sengal. Tetapi, jalan tampak sepi dan tidak ada seorang pun terlihat melintas. Padahal, menurut perkiraan Gus Miek, orang tua yang berjalan memakai terompah itu pasti belum jauh dan seharusnya sudah terkejar atau justru berada jauh di belakangnya.

Esok harinya, Gus Miek menemui KH. Dalhar yang baru turun dari masjid memimpin jama’ah shalat Zuhur, sesampai di kamarnya Gus Miek bertanya: “Maaf, Guru, tamu Guru tadi malam itu siapa?” KH. Dalhar tidak menjawab, sementara Gus Miek tidak mau beranjak sebelum mendapatkan jawaban. Gus Miek tatap duduk menunggu jawaban dari KH. Dalhar. Ketika KH. Dalhar beranjak ke masjid untuk mengimami shalat Ashar, ia mengikutinya untuk menata terompah KH. Dalhar. Dan, ketika KH. Dalhar kembali ke kamar, Gus Miek pun kembali mengikutinya dan duduk di depan kamar untuk menunggu jawaban. Demikian juga ketika saat tiba waktu shalat Maghrib dan Isya. Sehingga, baru ketika sesudah Isya, KH. Dalhar menyuruh pembantunya memberi tahu bahwa tamunya semalam adalah Nabi Khidir. Setelah mendapatkan jawaban itu, barulah ia mau beranjak dari tempat duduknya. Menurut keterangan Nyai Dalhar, dari sekian banyak santri KH. Dalhar, hanya Gus Miek yang berani dan diizinkan masuk ke kamar KH. Dalhar.

Kegiatan Gus Miek di Watucongol selain mengaji Al Qur’an, Gus Miek juga tetap sering bepergian ke pasar-pasr, tempat hiburan, dn mengadu ayam jago. Kebiasaan ini membuat Gus Miek sering harus berhadapan dengan Gus Mad, putra KH. Dalhar, yang kebetulan saat itu memegang tanggung jawab sebagai keamanan pondok karena Gus Miek dianggap sering tidak disiplin.

Sedangkan santri yang sering menemani Gus Miek saat di Watucongol adalah Bakri (KH.Bakri), kini pengasuh Pesantren Al Qur’an, Jampiroso, Kacangan, Boyolali.

Pernah Gus Miek menyuruh beberapa gus di Kediri agar buru-buru mondok di tempat KH. Dalhar karena dia akan meninggal. Semua berbondong ke tempat KH. Dalhar. Saat itu, Gus Miek menyatakan bahwa KH. Dalhar akan meninggal sekitar 23 Ramadhan 1959, begitu semua datang ke Watucongol, ternyata KH. Dalhar masih sehat.

Tercatat di antara orang-orang yang pergi ke Watucongol adalah KH. Mubasyir Mundzir dan Gus Fu’ad (adik Gus Miek). Pernah KH. Djazuli menugaskan Gus Nurul Huda untuk datang ke Watucongol mewakili KH. Djzuli untuk menyerahkan adik-adiknya yang mondok ke Watucongol. Di Watucongol, Gus Huda di samping menyerahkan adik-adiknya kepada KH. Dalhar sebagaimana amanat KH. Djazuli, juga meminta maaf bila bila adiknya, Gus Miek, banyak melakukan kekeliruan di Watucongol. Tetapi, jawab KH. Dalhar waktu itu justru sangat mengejutkan Gus Huda, “Gus Miek itu difatihahi mental,” jawab KH. Dalhar. Gus Huda hanya tersenyum karena dia sudah paham akan adiknya yang satu itu.

Dalam versi yang lain diceritakan bahwa bukan Gus Huda yang menyerahkan Gus Miek, tetapi kebalikannya. Saat itu, Gus Huda dan Gus Fua’ad disuruh KH. Djazuli agar mondok ke KH. Dalhar. Saat hendak berangkat, Gus Miek masih duduk di teras dengan hanya memakai celana pendek.

“Mau ke mana, Mas Dah?” tanya Gus Miek. “Aku disuruh bapak mondok ke Jawa Tengah dengan Fu’ad,” jawab Gus Huda. Keduanya kemudian berangkat dengan naik kereta api. Sesampainya di Watucongol, ternyata Gus Miek sudah berada di teras pondok dengan pakaian masih seperti tadi pagi ketika di kediri. “Kenapa di sini?” tanya Gus Huda yang sudah mengenal kelebihan adiknya. “Mengantar kalian kepada Kiai Dalhar,” jawab Gus Miek. “Aku tidak mau kalau pakaianmu seperti itu,” jawab Gus Huda sambil memberikan pakaiannya ke pada Gus Miek untuk berganti pakaian.

Mereka bertiga kemudian sowan. Setelah sowan, Gus Miek mengantarkan memilih kamar dan setelah itu hilang entah ke mana dengan meninggalkan pakaian Gus Huda.

Akhirnya, semua memburu Gus Miek karena dianggap telah berbohong perihal kematian KH. Dalhar. Tetapi semua menjadi terdiam ketika 25 Ramadhan 1959, KH. Dalhar benar-benar meninggal dunia.

BERANDA

Monday, December 25, 2017

KH CHUDLORI SANTRI KELANA PENDIRI A.P.I TEGALREJO

KH Chudlori lahir di Tegalrejo Magelang, Jawa Tengah dari pasangan Muhammad Ikhsan dan Mujirah. Ia anak kedua dari sepuluh bersaudara. Muhammad Ikhsan adalah penghulu Tegalrejo pada masa penjajahan Belanda. Ayah Muhammad Ikhsan bernama Abdul Halim, juga penghulu zaman Belandayang sangat dihormati. Abdul Halim menangani urusan agama di Magelang meliputi kecamatan Candimulyo, Martoyudan, Mungkid, dan Tegalrejo.

Pada tahun 1923, seteleh menyelesaikan Hollandsch-Inlandsche School (HIS), lembaga pendidikan setingkat Sekolah Dasar zaman Belanda, Chudlori kecil dikirim ayahnya ke pesantren Payaman yang diasuh KH Siroj. Ia menghabiskan 2 tahun di pesantren tersebut. Kemudian pindah ke pesantren Koripan di bawah asuhan Kiai Abdan. Tapi kemudian pindah lagi ke pesantren Kiai Rahmat di daerah Gragab hingga tahun 1928.

Kehausan akan ilmu agama, ia kemudian nyantri ke Tebuireng yang waktu itu diasuh Hadrotussyekh KH Hasyim Asy'ari. Di pesantren pendiri NU tersebut, ia mempelajari beragam kitab.

Saat di Tebuireng, ayah Chudlori mengirim uang sebanyak Rp. 750,- per bulan, tetapi ia hanya menghabiskan Rp.150,- dan mengembalikan sisanya. Chudlori hanya makan singkong dan minum air yang digunakan untuk merebus singkong tersebut. Dia melakukan ini dalam rangka riyadlah, amalan yang biasa dilakukan para santri.

Cerita lainnya tentang Chudlori, di kamarnya di Tebuireng, ia membuat kotak belajar khusus dari papan tipis dan menempatkan kotak tersebut diantara loteng dan atap. Kapan saja bila ingin menghafal atau memahami pelajarannya, Chudlori naik dan duduk di atas kotak sehingga bisa berkonsentrasi dengan baik. Kotak ini sempit, tidak nyaman dan berbahaya untuk duduk. Jadi dengan kedisiplinan dia dapat belajar setiap hari hingga tengah malam. Kapan saja tertidur sebelum tengah malam, dia menghukum dirinya sendiri dengan berpuasa pada hari berikutnya tanpa makan sahur.

Kemudian pada tahun 1933, ia pindah lagi Bendo, Pare, Kediri, menjadi santri Kiai Chozin Muhajir. Di situ ia belajar fiqih dan tasawuf seperti kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali. Empat tahun berikutnya, ia mengaji di pesantren Sedayu, belajar ilmu membaca Al-Qur’an selama 7 bulan. Pada tahun 1937, ia nyantri lagi ke Lasem, Jawa Tengah, yang diasuh KH Ma'shum dan KH Baidlowi.

Setelah menikahi putri KH Dalhar Watucongol, ia sempat mengajar di pesantren mertuanya tersebut. Namun mengajarkan ilmu agama di kampung halamannya adalah cita-citanya yang menggebu-gebu sehingga ia selalu melakukan mujahadah dan meminta petunjuk Allah Swt untuk niatnya itu.

Setelah mendapat petunjuk dan membicarakan kepada mertuanya, kemudian pada 15 September 1944 KH Chudlori pulang kampung dan mendirikan pesantren di Tegalrejo. Masyarakat desa itu, ketika ia mendirikan pesantren, terbelah menjadi yang pro dan kontra. Kalangan yang pro gembira karena ada anak kampungnya yang menyebarkan ajaran agama. Sebaliknya yang kontra, lebih karena antipati terhadap penyebaran Islam.

Sebagai kiai yang digembleng bertahun-tahun, Chudlori tetap tegar menghadapi kalangan yang kontra. Ia tetap menjalankan misinya mengembangkan syariat Islam.

Awalnya, Chudlori tak memberikan nama khusus pada pesantrennya, namun pada tahun 1947, atas saran teman-teman seperjuangannya, ia menamainya dengan Asrama Perguruan Islam (API). Nama itu merupakan hasil istikharahnya. Dengan nama itu, ia berharap santri-santrinya kelak akan jadi api penerang umat dalam kegelapan.

Pada tahun 1947, ketika Belanda melakukan Agresi Militer, Pesantren API menjadi benteng perjuangan mempertahankan kemerdekaan oleh para gerilyawan. Bahkan Chodlori yang kini sudah bergelar kiai, mengizinkan santrinya untuk turut berjuang. Aktivitas belajar-mengajar dihentikan untuk sementara waktu.

Karena perjuangan itu diketahui Belanda, pesantrennya kemudian dibakar habis. Santri, keluarga, dan Kiai Chudlori sendiri mengungsi dari satu desa ke desa lain. Kemudian di tahun 1949, ia kembali ke desanya dan mebangun kembali pesantren. Prmbangunan kali ini, dibantu warga masyarakat yang telah bersimpati pada perjuangannya. Santri pun bertambah banyak. Pada tahun 1977, ia memiliki sekitar 1500 santri. Di tahun tersebut, pesantren API sedang berkembang pesat, tapi di tahun itu pula Kiai Chudlori dipanggil yang Kuasa.

BERANDA

Saturday, December 23, 2017

حزب البر الكبير لشيخ ابي الحسن الشاذلي



. وقال : ما كتبت منه حرفاً إلا بإذن من الله ورسوله. وهو ورد بعد الصبح لا يتكلم حال تلاوته وله سر عظيم في كل شيء لا يعلمه إلا الله. ويقال له الورد الكامل وهو :

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم
وإذا جاءك الّذين يؤمنون بآياتنا فقل سلام عليكم كتب ربكم على نفسه الرحمة أنه من عمل منكم سوءاً بجهالة ثم تاب من بعده وأصلح فإنه غفورٌ رحيم بديع السموات والأرض أنى يكون له ولد ولم تكن له صاحبة وخلق كل شيء وهو بكل شيء عليم ذلكم الله ربكم لا إله إلا هو خالق كل شيء فاعبدوه وهو على كل شيء وكيل لا تدركه الأبصار وهو يدرك الأبصار وهو اللطيف الخبير الر كهيعص حم عسق رب احكم بالحق وربنا الرحمن المستعان على ما تصفون طه، ما أنزلنا عليك القرآن لتشقى إلا تذكرة لمن يخشى تنزيلاً ممن خلق الأرض والسموات العلى الرحمن على العرش استوى له ما في السموات وما في الأرض وما بينهما وما تحت الثرى وإن تجهر بالقول فإنه يعلم السر وأخفى الله لا إله إلا هو له الأسماء الحسنى(3) اللهم إنك تعلم أني بالجهالة معروف وأنت بالعلم موصوف وقد وسعت كل شيء من جهالتي بعلمك فسع ذلك برحمتك كما وسعته بعلمك واغفر لي إنك على كل شيء قدير يا الله يا مالك يا وهاب هب لنا من نعمائك ما علمت لنا فيه رضاك واكسنا كسوة تقنا بها من الفتن في جميع عطاياك وقدسنا عن كل وصف يوجب نقصا مما استأثرت به في علمك عمن سواك يا الله يا عظيم يا علي يا كبير نسألك الفقر مما سواك والغنى بك حتى لا نشهد إلا إياك والطف بنا فيهما لطفاً علمته يصلح لمن والاك واكسنا جلابيب العصمة في الأنفاس واللحظات واجعلنا عبيداً لك في جميع الحالات وعلمنا من لدنك علماً نصير به كاملين في المحيا والممات اللهم أنت الحميد الرب المجيد الفعال لما تريد تعلم فرحنا بماذا ولماذا وعلى ماذا وتعلم حزننا كذلك وقد أوجبت كون ما أردته فينا ومنا ولا نسألك دفع ما تريد ولكن نسألك التأييد بروح من عندك فيما تريد كما أيدت أنبياءك ورسلك وخاصة الصديقين من خلقك إنك على كل شيء قدير اللهم فاطر السموات والأرض عالم الغيب والشهادة أنت تحكم بين عبادك فهنيئاً لمن عرفك فرضي بقضائك والويل لمن لم يعرفك بل الويل ثم الويل لمن أقر بوحدانيتك ولم يرض بأحكامك اللهم إن القوم قد حكمت عليهم بالذل حتى عزوا وحكمت عليهم بالفقد حتى وجدوا فكل عز يمنع دونك فنسألك بدله ذلاً تصحبه لطائـف رحمتك وكل وجد يحجب عنك فنسألك عوضه فقداً تصحبه أنوار محبتك فإنه قد ظهرت السعادة على من أحببته وانه قد ظهرت الشقاوة على من غيرك ملكه، فهب لنا من مواهب السعداء واعصمنا من موارد الأشقياء اللهم إنا قد عجزنا عن دفع الضر عن أنفسنا من حيث نعلم بما نعلم فكيف لا نعجز عن ذلك من حيث لا نعلم بما لا نعلم وقد أمرتنا ونهيتنا والمدح والذم ألزمتنا فأخو الصلاح من أصلحته وأخو الفساد من أضللته والسعيد حقاً من أغنيته عن السؤال منك، والشقي حقاً من حرمته مع كُثرة السؤال لك، فأغننا بفضلك عن سؤالنا منك ولا تحرمنا من رحمتك مع كُثرة سؤالنا لك واغفر لنا إنك على كل شيء قدير يا شديد البطش يا جبار يا قهار يا حكيم نعوذ بك من شر ما خلقت ونعوذ بك من ظلمة ما أبدعت، ونعوذ بك من كيد النفوس فيما قدرت وأردت ونعوذ بك من شر الحساد على ما أنعمت ونسألك عز الدنيا والآخرة، كما سألك نبيك ومولانا محمد، عز الدنيا بالإيمان والمعرفة وعز الآخرة باللقاء والمشاهدة إنك سميع قريب مجيب اللهم إني أقدم إليك بين يدي كل نفس ولمحة وطرفة يطرف بها أهل السموات والأرض وكل شيء هو في علمك كائن أو قد كان، أقدم إليك بين يدي ذلك كله الله لا إله إلا هو الحي القيوم لا تأخذه سنة ولا نوم له ما في السموات وما في الأرض من ذا الّذي يشفع عنده إلا بإذنه يعلم ما بين أيديهم وما خلفهم ولا يحيطون بشيء من علمه إلا بما شاء وسع كرسيه السموات والأرض ولا يؤده حفظهما وهو العلي العظيم أقسمت عليك ببسط يديك وكرم وجهك ونور عينك وكمال أعينك أن تعطينا خير ما نفذت به مشيئتك وتعلقت به قدرتك وأحاط به علمك واكفنا شر ما هو ضد لذلك وأكمل لنا ديننا وأتمم علينا نعمتك وهب لنا حكمة الحكمة البالغة مع الحياة الطيبة والموتة الحسنة وتول قبض أرواحنا بيدك وحل بيننا وبين غيرك في البرزخ وما قبله وما بعده بنور ذاتك وعظيم قدرتك وجميل فضلك إنك على كل شيء قدير يا الله يا علي يا عظيم يا حليم يا حكيم يا كريم يا سميع يا قريب يا مجيب يا ودود حل بيننا وبين فتنة الدنيا والنساء والغفلة والشهوة وظلم العباد وسوء الخلق واغفر لنا ذنوبنا واقض عنا تبعاتنا واكشف عنا السوء ونجنا من الغم واجعل لنا منه مخرجاً إنك على كل شيء قدير يا الله يا الله يا الله يا لطيف يا رزاق يا قوي يا عزيز لك مقاليد السموات والأرض تبسط الرزق لمن تشاء وتقدر، فابسط لنا من الرزق ما توصلنا به إلى رحمتك ومن رحمتك ما تحول به بيننا وبين نقمتك ومن حلمك ما يسعنا به عفوك واختم لنا بالسعادة التي ختمت بها لأوليائك، واجعل خير أيامنا وأسعدها يوم لقائك، وزحزحنا في الدنيا عن نار الشهوة وأدخلنا بفضلك في ميادين الرحمة واكسنا من نورك جلابيب العصمة واجعل لنا ظهيراً من عقولنا ومهيمناً من أرواحنا ومسخراً من أنفسنا كي نسبحك كثيراً ونذكرك كثيراً إنك كنت بنا بصيرا، وهب لنا مشاهدة تصحبها مكالمة، وافتح أسماعنا وأبصارنا واذكرنا إذا غفلنا عنك بأحسن مِمَّا تذكرنا به إذا ذكرناك، وارحمنا إذا عصيناك بأتم مما ترحمنا به إذا أطعناك، واغفر لنا ذنوبنا ما تقدم منها وما تأخر، والطف بنا لطفاً يحجبنا عن غيرك ولا يحجبنا عنك فإنك بكل شيء عليم

اللهم إنا نسألك لساناً رطباً بذكرك وقلباً منعماً بشكرك وبدناً هيناً ليناً بطاعتك، وأعطنا مع ذلك ما لا عين رأت ولا أذن سمعت ولا خطر على قلب بشر كما أخبر به رسولك حسبما علمته بعلمك وأغننا بلا سبب واجعلنا سبب الغنى لأوليائك وبرزخاً بينهم وبين أعدائك إنك على كل شيء قدير اللهم إنا نسألك إيماناً دائماً ونسألك قلباً خاشعاً ونسألك علماً نافعاً ونسألك يقيناً صادقاً ونسألك ديناً قيماً ونسألك العافية من كل بلية ونسألك تمام العافية ونسألك دوام العافية ونسألك الشكر على العافية ونسألك الغنى عن الناس (3) اللهم إنا نسألك التوبة الكاملة والمغفرة الشاملة والمحبة الكاملة الجامعة والخلة الصافية والمعرفة الواسعة والأنوار الساطعة والشفاعة القائمة والحجة البالغة والدرجة العالية وفك وثاقنا من المعصية ورهاننا من النقمة بمواهب المنة إنك على كل شيء قدير

اللهم إنا نسألك التوبة ودوامها ونعوذ بك من المعصية وأسبابها فذكرنا بالخوف منك قبل هجوم خطراتها واحملنا على النجاة منها ومن التفكر في طرائقها وامح من قلوبنا حلاوة ما اجتنيناه منها واستبدلها بالكراهة لها والطُعم لما هو بضدها وأفض علينا من بحر كرمك وفضلك وجودك وعفوك حتى نخرج من الدنيا على السلامة من وبالها [واجعلنا عند الموت ناطقين بالشهادة عالمين بها] (3مرات) وارأف بنا رأفة الحبيب بحبيبه عند الشدائد ونزولها وأرحنا من هموم الدنيا وغمومها بالروح والريحان إلى الجنة ونعيمها اللهم إنا نسألك توبة سابقة منك إلينا لتكون توبتنا تابعة إليك منا وهب لنا التلقي منك كتلقي آدم منك الكلمات ليكون قدوة لولده في التوبة والأعمال الصالحات وباعد بيننا وبين العناد والإصرار والشبه بإبليس رأس الغواة واجعل سيئاتنا سيئات من أحببت ولا تجعل حسناتنا حسنات من أبغضت فالإحسان لا ينفع مع البغض منك والإساءة لا تضر مع الحب منك وقد أبهمت الأمر علينا لنرجو ونخاف فآمن خوفنا ولا تخيب رجاءنا وأعطنا سؤلنا فقد أعطيتنا الإيمان من قبل أن نسألك وكتبت وحببت وزينت وكرهت وأطلقت الألسن بما به ترجمت فنعم الرب أنت فلك الحمد على ما أنعمت، فاغفر لنا ولا تعاقبنا بالسلب بعد العطاء ولا بكفران النعمة وحرمان الرضى

اللهم و رضنا بقضائك وصبرنا على طاعتك وعن معصيتك وعن الشهوات الموجبات للنقص أو البعد عنك وهب لنا حقيقة الإيمان بك حتى لا نخاف غيرك ولا نرجو غيرك ولا نحب غيرك ولا نعبد شيئاً سواك، وأوزعنا شكر نعمائك وغطنا برداء عافيتك وانصرنا باليقين والتوكل عليك وأسفر وجوهنا بنور صفاتك وأضحكنا وبشرنا يوم القيامة بين أوليائك واجعل يدك مبسوطة علينا وعلى أهلينا وأولادنا ومن معنا برحمتك ولا تكلنا إلى أنفسنا طرفة عين ولا أقل من ذلك (يا نعم المجيب 3)

يا من هو هو هو في علوه قريب يا ذا الجلال والإكرام يا محيطاً بالليالي والأيام أشكو إليك من غم الحجاب وسوء الحساب وشدة العذاب وإن ذلك لواقع ماله من دافع إن لم ترحمني

لا إله إلا أنت سبحانك إني كنت من الظالمين(3) ولقد شكا إليك يعقوب فخلصته من حزنه ورددت عليه ما ذهب من بصره وجمعت بينه وبين ولده، ولقد ناداك نوح من قبل فنجيته من كربه، ولقد ناداك أيوب من بعد فكشفت ما به من ضره، ولقد ناداك يونس فنجيته من غمه، ولقد ناداك زكريا فوهبت له ولداً من صلبه بعد يأس أهله وكبر سنه، ولقد علمت ما نزل بإبراهيم فأنقذته من نار عدوه، وأنجيت لوطاً وأهله من العذاب النازل بقومه فهاأنا ذا عبدك إن تعذبني بجميع ما علمت من عذابك فأنا حقيق به وإن ترحمني كما رحمتهم مع عظيم إجرامي فأنت أولى بذلك وأحق من أكرم به فليس كرمك مخصوصاً بمن أطاعك وأقبل عليك بل هو مبذول بالسبق لمن شئت من خلقك وإن عصاك وأعرض عنك وليس من الكرم أن لا تحسن إلا لمن أحسن إليك وأنت المفضال الغني بل من الكرم أن تحسن إلى من أساء إليك وأنت الرحيم العلي، كيف وقد أمرتنا أن نحسن إلى من أساء إلينا فأنت أولى بذلك منا ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين(3)

يا الله يا الله يا الله، يا رحمن يا رحمن يا رحمن، يا رحيم يا رحيم يا رحيم ، يا من هو هو هو، يا هو إن لم نكن لرحمتك أهلاً أن ننالها فرحمتك أهلاً أن تنالنا. يا رباه يا رباه يا رباه، يا مولاه يا مغيث من عصاه أغثنا أغثنا أغثنا يا رب يا كريم، وارحمنا يا بر يا رحيم يا من وسع كرسيه السموات والأرض ولا يؤده حفظهما وهو العلي العظيم (3)

أسألك الإيمان بحفظك إيماناً يسكن به قلبي من هم الرزق وخوف الخلق، واقرب مني بقدرتك قرباً تمحق به عني كل حجاب محقته عن إبراهيم خليلك فلم يحتج لجبريل رسولك ولا لسؤاله منك وحجبته بذلك عن نار عدوه، وكيف لا يحجب عن مضرة الأعداء من غيبته عن منفعة الأحباء، كلا إني أسألك أن تغيبني بقربك مني حتى لا أرى ولا أسمع ولا أحس بقرب شيء ولا ببعده عني إنك على كل شيء قدير أفحسبتم أنما خلقناكم عبثاً وأنكم إلينا لا ترجعون. فتعالى الله الملك الحق لا إله إلا هو رب العرش الكريم ومن يدع مع الله إله آخر لا برهان له به فإنما حسابه عند ربه إنه لا يفلح الكافرون وقل رب اغفر وارحم وأنت خير الراحمين هو الحي لا إله إلا هو فادعوه مخلصين له الدين الحمد لله رب العالمين

إن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الّذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما صليت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم، وبارك على سيدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما باركت على سيدنا إبراهيم وعلى آل سيدنا إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد. اللهم وارض عن ساداتنا أبي بكر الصديق و عمر و عثمان و علي وعن الحسن و الحسين و أمهما فاطمة الزهراء وعن أزواج نبيك الطاهرات أمهات المؤمنين وعن الصحابة أجمعين وعن التابعين وتابعيهم بإحسانٍ إلى يوم الدين ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم سبحان ربك رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين

BERANDA

٧ الاحزاب لسيدي ابي الحسن الشاذلي



(بسم الله الرحمن الرحيم) (هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ ()هُوَ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلامُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يُشْرِكُونَ ) (هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الاسْمَاء الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالارْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ) (اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ) (رَبُّ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَاتَّخِذْهُ وَكِيلاًاللهم... أنت ربي لا إله إلا أنت عليك توكلت وأنت رب العرش العظيم، ما شاء الله كان وما لم يشأ لم يكن ولا حول ولا قوة إلا بالله العلى العظيم(أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ...وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَن فِي الْقُبُورِ ...وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْما. .

اللهم إني أعوذ بك من شر نفسي ومن شر الشيطان الرجيم ومن شر كل دابة أنت آخذ بناصيتها إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُلْ حَسْبِيَ اللّهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ. ( سبعا ).بسم الله الرحمن الرحيم ( فَاللّهُ خَيْرٌ حَافِظاً وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ). (ثلاثا). آمنت بالله ودخلت في كنف الله، وتحصنت بكتاب الله وآيات الله واستجرت برسول الله سيدنا محمد صلي الله عليه وآله وسلم ابن عبد الله،.....الله أكبر مَم أخاف وأحذر، أعوذ بكلمات الله التامات من شر ما خلق بسم الله الذي لا يضر مع اسمه شيء في الأرض ولا في السماء وهو السميع العليم، حسبي الله ونعم الوكيل ولا حول ولا قوة إلا بالله العلى العظيم، بسم الله على نفسي وديني وأهلي ومالي وعيالي وأصحابي وعلى كل شيء أعطانيه ربي، الله الحافظ الكافي بسم الله بابنا، تبارك حيطاننا، يس سقفنا وَاللَّهُ مِن وَرَائِهِم مُّحِيطٌ بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيدٌ فِي لَوْحٍ مَّحْفُوظٍ ستر العرش مسبول علينا، وعين الله ناظرة إلينا بحول الله لا يقدر علينا مَا شَاء اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ لا نخشى من أحد بألف الف لا قوة إلا باللة.... بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ

اللهم... احفظني في ليلي ونهاري وظعني وأسفاري ونومي ويقظتى، وحركاتي وسكناتي، وذهابى وإيابي، وحضوري وغيابي، من كل سوء وبلاء وهم وغم، ونكد ورمد، ووجع وصداع، وألم وصمم وآفة وعاهة وفتنة ومصيبة وعدو وحاسد وماكر وساحر وطارق وحارق، وخائن وسارق، وحاكم ظالم، وقاض وسلطان، واحرسني ونجني من جميع الشياطين والجن والإنس ومن جميع الخلق والبشر والأنثى والذكر ومن الحية والعقرب والدبيب والهوام والطير والوحش، يا بارئ الأنام، يا حي يا قيوم، يا ذا الجلال والإكرام فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ .. سَلامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ.. وسلام على الأنبياء والمرسلين ..كهعيص...حم... عسق... كفاية وحماية وحفظا لنا ووقاية. اللهم.. استجب دعائي ولا تخيب فيك رجائي، يا كريم أنت بحالي عليم، اللهم... يسر لي أمري وأشرح لي صدري، وأغفر لي ذنبي وأستر عيبي وارحم شيبي وطهر قلبي وتقبل عملي وصلاتي، واقض حاجتى، وبلغنى أملي وقصدي وإرادتي ووسع رزقي وحسن خلقي، وأغنني بفضلك وسامحني بكرمك وبلغني مشاهدة الكعبة والبيت الحرام وزمزم والمقام، ورؤية محمد عليه أفضل الصلاة والسلام، وجد برحمتك على وعلى والدي وذريتى وأهلي وأقاربي والمسلمين وأدخلنا جنة النعيم... يارب أنت الكريم..وفيك أحسنت ظني...عافني وأعف عني ياغفور يارحيم برحمتك ياأرحم الراحمين، ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم، وصلي الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما..



بسم الله الرحمن الرحيم...
لا إله إلا الله السميع القريب المجيب تجيب دعوة الداعي إذا دعاك، وتجيب المضطر وتكشف السوء، وتختار من تشاء في الأرض خليفة ...إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاء......رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء ... رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ...ولا تجعلني بِدُعَائِكَ رَبِّ
شَقِيّاً...طه...يس...ق...ن...طسم...حم...كهيعص...ص...مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ طسم...الم... ذَلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ...أقسمت.عليك... بحاء الرحمة... وميم الملك... ودال الدوام (مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الانجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً

اللهم... أنت الله لا إله إلا أنت الحي القيوم لا تأخذك سنة ولا نوم لك ما في السموات وما في الأرض ولا يشفع عندك أحد إلا بإذنك، فأشفعني ولا تردني لغيرك ،وسع كرسيك السموات والأرض ولا يؤودك حفظهما وأنت العلى العظيم فاحفظني من بين يدي ومن خلفي وعن يميني وعن شمالي ومن فوقي ومن تحتى ومن ظاهري ومن باطني ومن بعضي ومن كلي ونور قلبي بنورعلمك وعظمتك وعزتك إنك أنت الله العلى العظيم ...هاء
...سين...ميم...زين...قاف ...لام...يس...وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ ...ن...وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ ...ق...وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ ...ص...وَالْقُرْآنِ ذِي الذِّكْرِ ...بَلِ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي عِزَّةٍ وَشِقَاقٍ ... ما نورك ببعيد وإن رحمتك قريب من المحسنين أسألك بمجموعها وحقائقها وأسرارها وما بطن من أمرك فيها عزا لا ذل معه، وغني لا فقر معه وأنسا لا كدر فيه، وأمنا لا خوف فيه، وأسعدنا بإجابة التوحيد في طاعتك حيثما كنا يوم الميثاق الأول في قبضتك ،وأطمس على وجوه أعدائنا وامسخهم على مكانتهم فلا يستطيعون المضي ولا المجئ إلينا (وَلَوْ نَشَاء لَطَمَسْنَا عَلَى أَعْيُنِهِمْ فَاسْتَبَقُوا الصِّرَاطَ فَأَنَّى يُبْصِرُونَ ) (وَلَوْ نَشَاء لَمَسَخْنَاهُمْ عَلَى مَكَانَتِهِمْ فَمَا اسْتَطَاعُوا مُضِيّاً وَلا يَرْجِعُونَ طس (شاهت الوجوه) ...(ثلاثا). (وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ وَقَدْ خَابَ مَنْ حَمَلَ ظُلْماً ) صم بكم عمي فهم لا يعقلون ولايسمعون ولا يبصرون ولا ينطقون ولا يتفكرون ولا يتدبرون ولا يختارون...وَجَعَلْنَا مِن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدّاً وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدّاً فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لاَ يُبْصِرُونَ ...... فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللّهُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.. (ثلاثا)

بفضل بسم الله الرحمن الرحيم، اللهم صل على نبيك الدال عليك محمد المصطفي خير البرية عليه أفضل الصلاة والسلام وحسبنا الله ونعم الوكيل ولا حول ولا قوة إلا بالله العلى العظيم.



(بسم الله الرحمن الرحيم)يا أول يا آخر يا ظاهر يا باطن اسمع ندائي بما سمعت به نداء عبدك زكريا عليه السلام، وانصرني بك لك وأيدني بك لك واجمع بيني وبينك وحل بيني وبين غيرك الله الله الله 66 مرة) بسم الله الرحمن الرحيم. (اللهم). إنا نسألك بسر الذات، وبذات السر(هو أنت وأنت هو) احتجبت بنور الله، وبنور عرش الله، وبكل اسم لله من عدوى وعدو الله، بمائة ألف لا حول ولا قوة إلا بالله ختمت على نفسي وعلي ديني وعلى كل شيء أعطانيه ربي بخاتم الله المنيع الذي ختم به أقطار السموات والأرض، وحسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولي ونعم النصير، وصلي الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا....اللهم يا ودود (ثلاثا)..يا فعال لما يريد (ثلاثا)) أسألك بنور وجهك الذي ملأ أركان عرشك (ثلاثا)).. وأسألك بالقدرة التى قدرت بها على خلقك (ثلاثا)). لا إله إلا أنت يا مغيث أغثنا (ثلاثا)). سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِن



(بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ .الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ .الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ .مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ...إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ .اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ .صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ. آمين اللهم... أجعل أفضل الصلوات وأنمي البركات في كل الأوقات على سيدنا محمد أكمل أهل الأرض والسموات، وسلم عليه ياربنا أزكي التحيات في جميع الحضرات... اللهم... يا من لطفه بخلقه شامل وخيره لعباده واصل لا تخرجنا عن دائرة الألطاف، وآمنا من كل ما نخاف، وكن لنا بلطفك الخفي الظاهر، يا باطن يا ظاهر يا لطيف، نسألك وقاية اللطف في القضاء، والتسليم مع السلامة عند نزوله والرضا،اللهم... إنك أنت العليم بما سبق في الأزل، فحفنا بلطفك فيما لم ينزل وفيما نزل، يا لطيفا لم يزل، واجعلنا في حصن التحصين بك، يا أول يا من إليه الملتجأ وعليه المعول،اللهم... يا من ألقى خلقه في بحر قضائه، وحكم عليهم بحكم قهره وابتلائه، اجعلنا ممن حمل في سفينة النجاة، ووقي من جميع الآفات، إلهى من رعته عين عنايتك كان ملطوفا به في التقدير، محفوظا ملحوظا بعين رعايتك يا قدير، يا سميع يا قريب يا مجيب الدعاء، ارعنا بعين رعايتك يا خير من رعي، إلهى لطفك الخفي ألطف من أن يري، وأنت اللطيف الذي لطفت بجميع الوري، حجبت سريان سرك في الأكوان، فلا يشهده إلا أهل المعرفة والعيان، فلما شهدوا سر لطفك بكل شيء أمنوا من سوء كل شيء، فأشهدنا سر هذا اللطف الواقي، ما دام لطفك الدائم الباقي، إلهى حكم مشيئتك في العبيد لا تراه همة عارف ولا مريد، لكنك فتحت لنا أبواب الألطاف الخفية، المانعة حصونها من كل بلية، فأدخلنا بلطفك تلك الحصون، يا من يقول للشيء كن فيكون.. إلهى أنت اللطيف بعبادك لا سيما بأهل محبتك وودادك، فبأهل المحبة والوداد خصنا بلطائف اللطف يا جواد، إلهى اللطف صفتك، والألطاف خلقك، وتنفيذ حكمك في خلقك حق، ورأفة لطفك بالمخلوقين تمنع استقصاء حقك في العالمين، إلهى لطفت بنا قبل كوننا ونحن للطف غير محتاجين، أفتمنعنا منه مع الحاجة له وأنت أرحم الراحمين، حاشا لطفك الكافي، وجودك الوافي، إلهى لطفك هو حفظك إذا رعيت، وحفظك هو لطفك إذا وقيت، فأدخلنا سرادقات لطفك واضرب علينا أسوار حفظك، يا لطيف نسألك اللطف ابدا، يا حفيظ قنا السوى.... وشر العدا.... يا لطيف.... (ثلاثا)من لعبدك العاجز الخائف الضعيف، اللهم... كما لطفت بي قبل سؤالي وكوني، كن لي لاعلى يا أمني وعونى . (اللَّهُ لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ وَهُوَ الْقَوِيُّ العَزِيزُ )
آنسني بلطفك يا لطيف أنس الخائف في حاله المخيف، تأنست بلطفك يا لطيف، ووقيت بلطفك الردي، وتحجبت بلطفك من العدا، يا لطيف يا حفيظ، (بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَّجِيدٌ ) (فِي لَوْحٍ مَّحْفُوظٍ ).نجوت من كل خطب جسيم بقول ربي( وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ)سلمت من كل شيطان وحاسد، بقول ربي(وَحِفْظاً مِّن كُلِّ شَيْطَانٍ مَّارِدٍ )كفيت كل هم في كل سبيل بقولي(حسبي الله ونعم الوكيل) اللّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَاء وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ لاَ إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِن بِاللّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَىَ لاَ انفِصَامَ لَهَا وَاللّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ) (اللّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُواْ يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوُرِ وَالَّذِينَ كَفَرُواْ أَوْلِيَآؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ ) (لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ ) ( فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُلْ حَسْبِيَ اللّهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ). بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ لإيلافِ قُرَيْشٍ إِيلافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاء وَالصَّيْفِ فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ الَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ...وإكتفيت بـ كهيعص ... واحتميت بـ حم عسق. وقوله الحق وله الملك، سَلامٌ قَوْلاً مِن رَّبٍّ رَّحِيمٍ اللهم بحق هذه الأسرار قنا الشر والأشرار، وكل ما أنت خالقه من الأكدار، (قُلْ مَن يَكْلَؤُكُم بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ) وبحق كلاءة رحمانيتك اكلأنا ولا تكلنا إلى غير إحاطتك. ربى هذا ذل سؤالي ببابك ولا حول ولا قوة إلا بك،اللهم. صلي على من أرسلته رحمة للعاملين سيدنا محمد خاتم النبين r)وآله ومجّدّ وعظّم وشرّف وكرّم سيد الخلق اجمعين ولا تخلني من الرحمة والأمان يا حنان يا منان، وسلام على جميع الأنبياء والمرسلين، والحمد لله رب العالمين



(بسم الله الرحمن الرحيم)
يا الله يا نور يا حق يا مبين افتح قلبي بنورك، وعلمني من علمك وفهمني عنك، وأسمعني منك وبصرني بك، وأحيني بروح منك، وأقمني بشهودك، وعرفني الطريق إليك وهونها على بفضلك واكسني لباس التقوى منك وبك ..إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، اللهم... اذكرني وذكرني وتب على واغفر لي مغفرة أنسي بها كل شيء سواك، وهب لي تقواك، واجعلني ممن يحبك ويخشاك واجعل لي من كل هم وغم وضيق وهوي وشهوة وخطرة وفكرة وإرادة وفعله وغفلة ومن كل قضاء وأمر مخرجا، أحاط علمك بجميع المعلومات، وعلت قدرتك على جميع المقدورات، وجلت إرادتك أن يوافقها أو يخالفها شيء من الكائنات، حسبىالله ((ثلاثا)). وأنا برئ مما سوي الله. (اللّهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتوَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ



الذي فتح الله به عليه ويسمي حزب الأنوار أيضا
بسم الله الرحمن الرحيم... وصلي الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم. (اللهم) إنا نسألك يقينا لا ضد له ونسألك توحيدا لا يقابله شرك، وطاعة لا تقابلها معصية، ونسألك محبة لا لشيء ولا على شيء، وخوف لا من شيء ولا على شيء، ونسألك تنزيها لا من نقص ولا من دنس بعد التنزيه من النقائص والأدناس، ونسألك تقديسا ليس وراءه تقديس، وكمالا ليس وراءه كمال وعلما ليس فوقه علم ونسألك الإحاطة بالأسرار وكتمانها على الاغيار.. ربى إني ظلمت نفسي فاغفر لي ذنبي وهب لي تقواك، واجعلني ممن يحبك ويخشاك، وأجعل لي من كل ذنب وهم وضيق وشهوة ورغبة ورهبة وهطلة وفكرة وإرادة وفعلة ومن كل قضاء وأمر مخرجا، أحاط علمك بجميع المعلومات، وعلت قدرتك على جميع المقدورات، وجلت إرادتك أن يوافقها أو يخالفها شيء من الكائنات حسبي الله، وأنا برئ مما سوي الله. ...الله لا إله إلا هو عليه توكلت وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ... لا إله إلا الله نور عرش الله....لا إله إلا الله نور لوح الله... لا إله إلا الله نور قلم الله....لا إله إلا الله نور رسول الله...لا إله إلا الله نور سر رسول الله....لا إله إلا الله نور سر ذات رسول الله...لا إله إلا الله آدم خليفة الله....لا إله إلا الله نوح نجي الله... لا إله إلا الله إبراهيم خليل الله. ....لا إله إلا الله موسي كليم الله...لا إله إلا الله عيسي روح الله. ....لا إله إلا الله محمد حبيب الله...لا اله الا الله الأنبياء خاصة الله....لا إله إلا الله الأولياء أنصار الله...لا إله إلا الله الرب الإله الملك الحق المبين... لا إله إلا الله الملك اللطيف الرزاق القوى العزيز لا إله إلا الله خالق كل شيء وهو العلى العظيم، لا إله إلا الله الحليم الكريم... سبحان اللة و ..الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ...بسم الله وبالله ومن الله وإلى الله وفي الله وعلى الله فليتوكل المؤمنون...حسبي الله آمنت بالله رضيت بالله توكلت على الله، لا قوة إلا بالله... أتوب بك منك إليك، فامح من قلبي محبة غيرك، واحفظ جوارحي من مخالفة أمرك... والله لئن لم ترعني بعينك وتحفظني بقدرتك لأهلكن نفسي ولاهلكن أمة من خلقك ثم لا يعود ضرر ذلك إلا على عبدك، أعوذ بمعافاتك من عقوبتك وأعوذ برضاك من سخطك، وأعوذ بك منك لا أحصي ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك بل أنت أجل من أن أثني عليك، وإنما هي أعراض تدل على كرمك قد منحتها لنا على لسان رسولك لنعبدك بها على أقدارنا لا على قدرك، فهل جزاء الإحسان الأول الكامل إلا الإحسان منك، يا من به ومنه وإليه يعود كل شيء، أسألك بحرمة النبي الهادي rوآله... وبحرمة أسراره منك إلى محمد رسولك، وبحرمة سيدة آي القرآن من كلامك، وبحرمة السبع المثاني والقرآن العظيم بين كتبك، وبحرمة الاسم الأعظم الذي لا يضر معه شيء في الأرض ولا في السماء وهو السميع العليم، وبحرمة أكفني كل غفلة وشهوة ومعصية مما تقدم أو تأخر واكفني كل طالب يطلبني من خلقك بالحق وبغير الحق في الدنيا والآخرة، فإنه لك الحجة البالغة وانت على كل شيء قدير، واكفني هم الرزق وخوف الخلق واسلك بي سبيل الصدق وانصرني بالحق واكفنا كل عذاب من فوقنا أو من تحت أرجلنا، أو يلبسنا شيعا أو يذيق بعضنا بأس بعض، واكفنا كل هم وكل هول يحول بيننا وبين الجنة وأكفنا شر ما تعلق به علمك مما كان وما يكون ...إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ...سبحان الملك الخالق سبحان الرازق . سبحان ذي العزة والجبروت، سبحان ذوالقدرة والملكوت، سبحان من يحي ويميت، سبحان الحي الذي لا يموت، سبحان الملك القادر، سبحان العظيم القاهر ...قل حسبي الله الذي لا إله إلا هو عليه توكلت و عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ ... أعوذ بالله من جهد البلاء ومن سوء القضاء، ومن درك الشقاء ومن شماتة الأعداء وأعوذ بالله ربي ورب كل شىء ذو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ. الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ.رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ . الله رَّبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ . قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُواً أَحَدٌ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ...عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ..وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ كُلِّ مُتَكَبِّرٍ لا يُؤْمِنُ بِيَوْمِ الْحِسَابِ يا من بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ.وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ خالق سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الارْضِ مِثْلَهُنَّ.يَتَنَزَّلُ الامْرُ بَيْنَهُنَّ.إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ..... أنصرني بالخوف منك والتوكل عليك حتى لا أخاف غيرك، ولا اعتمد على شيء سواك يا اللة . وانك قد أحطت بكل شيء علما، أسألك بهذا الأمر الذي هو أصل الموجودات وإليه المبدأ والمنتهي وإليه غاية الغايات أن تسخر لنا هذا البحر بحر الدنيا وما فيه ومن فيه كما سخرت البحر لموسي وسخرت النار لإبراهيم وسخرت الجبال والحديد لداود وسخرت الرياح والشياطين والجن لسليمان وسخر لي كل بحر هو لك وسخر لي كل جبل وسخر لي كل حديد، وسخر لي كل ريح، وسخر لي كل شيطان من الجن والإنس، وسخر لي كل شيء يا من بيده ملكوت كل شيء وجمل أمري باليقين وأيدني بالنصر المبين ...إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ .



بسم الله الرحمن الرحيم
إلهى. أعلني على فراش أمنك بمنك واحرسني بحارس حفظك وصونك، وردني برداء الهيبة، وأجلسني على سرير العظمة، وتوجني بتاج البهاء، وانشر على لواء العز، وملأ العز، وإملأ باطني خشية ورحمة وظاهري عظمة وهيبة، ومكني ناصية كل جبار عنيد، وشيطان مريد، وأعصمني وأيدني في القول والعمل، برحمتك يا أرحم الراحمين

BERANDA